
Banten, SUARABUANA.com – Kecemasan yang tidak bisa dikatakan karena tak punya kata ucap yang tepat untuk dinarasikan, jelas kebih membahayan dibanding kekhawatiran yang sesungguhnya harus menjadi perhatian itu, agar dapat diantusipasi supaya tidak sampai menimbulkan kerugian atau malapetaka yang sangat mungkin terjadi di luar dugaan yang tidak bisa perkiraan sebelumnya.
Mulai dari membludaknya tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia hingga ramainya buruh Indonesia yang kehilangan pekerjaan akibat PHK maupun relokasi sejumlah perusahaan ke daerah yang rekatif lebih rendah nilai upahnya, merupakan kecemasan tersendiri akan munculnya beragam tindak kejahatan yang terpaksa dilakukan sekedar untuk bertahan hidup.
Karena itu tindak kejahatan penjambretan, bekal, rampok, maling dan sejenisnya semakin menggejala akibat himpitan ekonomi yang semakin berat.
Belum lagi akibat pandemi Covid-19 yang telah meluluh lantak berbagai bentuk usaha rakyat kecil, terus ditimpali oleh harga kebutuhan pangan yang terus menuding langit sampai harga dan kelangkaan minyak goreng yang semakin serius menbulkan masalah sampai harga buah kelapa sawit di jebun anjlok tidak karuan harga jualnya, sungguh dramatik di negeri yang kaya raya ini dengan luas kebun sawit tak kurang dari 18 juta hektar.
Adakah ini akibat dari kesalahan Ibu Pertiewi kita saat mengandung, hingga harus melahirkan dalam keadaan yang sungsang ?
Perseteruan politik pun semakin menderu seru. Hingga semua pihak ingin memenangkan pertarungan dengan cara masing- masing yang nyaris menghalalkan semua cara.
Mulai dari menggunakan dana yang dihimpun dari rakyat sampai pelaksanaan pertarungan yang sudah dimulai sejak jauh hari sebelumnya. Meski tak sedikit yang mengambil jalan pintas dengan safari keliling membagi-bagikan barang haram yang diperoleh dengan curang. Termasuk menjual minyak goreng murah yang bisa dapat diperoleh dengan cara yang tak jelas.
Cara dan model menjual.minyak goreng murah dalam kondisi harga selangit dan kelangkaan stock di pasar, adalah cara yang tidak kalah santun dibanding mereka yang membagi-bagi keuntungan dari hasil menjual kuota minyak goreng untuk rakyat yang dijual ke luar negeri hingga dapat meraup untung yang melimpah.
Toh, sikap dan jiwa nasionalis mereka yang culas itu, sama saja dengan pengkhianatan terhadap cit-cita proklamasi demi dan untuk kesejahteran seluruh rakyat.
Karena, akan lebih baik mereka yang culas itu dihukum mati saja, akan tidak lagi menebar wabah pada geberasi berikut yang akan mewarisi negeri ini.
Demikian juga dengan mereka yang melakukan pembiaran terhadap lingkungan hifup, tak hanya yang bersifat fisik semata, tapi juga ideoligi serta pandangan hidup bangsa, yaitu Pancasila, lebih baik diasingkan selama-lamanya agar tidak menjadi pencemar lingkungan hidup yang bersifat lahir maupun yang batin.
Penyakit korupsi yang terus dibiarkan menular itu, sesunggujnya tidak kalah berbahaya dari pandemi yang mematikan. Karena, memusnahkan korupsi harus memusnahkan koruptor itu sendiri, karena koruptor telah menjadi penyakit menular yang bisa merasuki dan merusak siapa saja yang memiliki peluang dan kesempatan untuk melakukannya. Sebab para koruptor itu pun paham bisa mengatasi dakwaan dan tuduhan terhadap dirinya dengan cara berbagi rizki haram itu kepada mereka yang harus mencegah, mengusut dan menindak para koruptor.
Jadi fenomena kerusakan menyeruluh dalam segenap sendi hudup dan kehidupan kita — dalam berbangsa maupun dalam bernegara — sungguh sudah sangat parah.
Karena itu revolusi mental — mestinya menyeluruh meliputi etika, moral dan akhlak — bukan cuma omong kosong atau slogan semata. Tetapi harus diwujud nyatakan dalam tata kehidupan bangsa dan
negara.(JE)