suarabuana.com – Kasus pergantian nama Walikota Depok DR KH .Idris Abdul Somad saat jadi Wakil Walikota dan sekarang jadi KH Muhammad Idris setelah jadi Walikota, oleh Agus Setya Novanto dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Atas dugaan pemalsuan dan atau tindak pidana bidang administrasi kependudukan. Mendapat kritikan keras dari tokoh Pemuda Pancasila Depok Rudi H.M. Samin.
Dikatakan Rudi “ini buat saya preseden buruk, tidak memberi contoh yang baik bagi masyarakat, setiap perubahan itu ada aturannya, ada dasar hukumnya. Jika seorang Walikota tidak menegakkan supremasi
hukum, bagaimana mencontohkan penegakan hukum pada masyarakatnya,” ujar Rudi Samin saat dimintai tanggapannya oleh suarabuana.com melalui Whats App Kamis (14/5/20).
Ditambahkan Rudi “saya ada bukti tertulis pada tahun 1974 namanya M. Idris tertulis pada izasah SD di lengkapi dengan keterangan Kepsek dan Dinas Pendidikan Prov.DKI.
Sementara ditahun 1979 nama didaftar alumni gontor namanya Much Idris Hasmi.
Tahun 2011 sd 2016 surat keputusan mendagri nama nya Dr. KH. M . Idris Abdul Somad.
“Tahun 2016 sampe dengan sekarang Nama nya KH. Mohammad idris, dengan gonta ganti nama seenaknya tidak melalui PENETAPAN PENGADILAN itu melanggar UU kependudukan dan peraturan presiden dan lembar negara dan KUHP
Pasal 263 dan atau pasal 77 jo pasal 94 UURI no 24 tahun 2013 tentang administrasi kependudukan denga ancaman hukuman 6 tahun penjara denda 700 jt rupiah”, kata Rudi.
“Di izasah SD terlepas palsu atau tidak pada izasah tertulis nama M.Idris
Untuk M belum bisa dikatakan Mohammad dan untuk M menjadi Mohammad harus melalui penetapan pengadilan dan UU ini berlaku sejak tahun 2006 dan kemudian penambahan nama orang tua di belakang menjadi ABDUL SOMMAD juga harus melalui sidang di pengadilan dan ada penetapan juga jadi tidak seenaknya Idris gonta ganti nama”, Tutur Rudi.
Menurutnya yang punya kesalahan di sini termasuk Biro Hukum Kota Depok yang tidak memberi masukan, hanya Asal Bapak Senang (ABS) menyatakan masalah ini biasa saja. Sehingga terkait perubahan itu Walikota pun merasa tak membuat kesalahan.
“Padahal dengan bersikap seperti itu sama saja mereka menjerumuskan Walikota dalam masalah baru seperti sekarang ini dan bisa menjegal perjalanan Idris untuk maju sekali lagi sebagai Walikota”, imbuh Rudi.
“Seorang pemimpin harus bisa memberi contoh dalam penegakan supremasi hukum,” imbuhnya, ia pun menyesalkan Biro hukum hanya berlatar akademik belaka bukan berasal dari mereka yang matang di lapangan.
Rudi Samin berharap kasus ini bisa menyadarkan berbagai pihak bahwa supremasi hukum di Depok hanya bisa ditegakkan kalau dalam kasus seperti ini juga ada upaya menghargai hukum yang berlaku baik itu PP, KUHP atau Lembar Negara lainnya. Ia pun mencoba mengingatkan hal lain yang menurutnya harus diperbaiki Idris, yakni penempatan pejabat sesuai latar belakang akademisnya.
“ Meski pendahulunya melakukan hal yang sama, sebaiknya tidak diteruskan. Seperti dokter dijadikan camat dan sejenisnya. Ketidaktepatan kebijakan seperti ini jadi bahan pembicaraan masyarakat di lapangan, “ ujarnya menutup pembicaraan.(fal)