DEPOK, suarabuana.com – Nama Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, kerap muncul dalam bursa survei calon Presiden (capres) dan Wakil Presiden dalam Pilpres 2024. Peluang Kang Emil dapat dikatakan, cukup terbilang besar.
Dalam sejumlah jajak pendapat atau survei publik beberapa waktu terakhir ini, kadar popularitas dan elektabilitasnya hampir selalu masuk dalam peringkat lima besar bursa calon Presiden 2024.
Kadar popularitas dan elektabilitas Kang Emil, muncul bersama sosok kandidat populer lainnya seperti, Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, hingga menunjukkan tren peningkatan.
Popularitas Ridwan Kamil juga mengungguli kandidat lainnya di antaranya seperti, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Menparekraf Sandiaga Uno, Menko Polhukam Mahfud MD, Menko Perekonomian yang sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Mensos Tri Rismaharani, Menteri BUMN Erick Thohir, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudoyono hingga Ketua DPR RI Puan Maharani.
Dari hasil survei publik yang dikeluarkan oleh lembaga survei Poltracking Indonesia, yang dirilis pada 25 Oktober lalu dengan 1.200 responden elektabilitas Ridwan Kamil sebesar 4,1 persen.
Di bawah Ganjar Pranowo (22,9 persen), Prabowo Subianto (20 persen) dan Anies Baswedan (13,5 persen).
Sementara survei eksperimental yang digelar Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 15-21 September 2021 menyebutkan, adanya tingkat popularitas atau kedikenalan (popularity) Ridwan Kamil yang mencapai 66 persen dan tingkat kedisukaan (likeability) sebesar 82 persen.
Memang semuanya masih sebatas angka atau statistik. Namun dari sisi tabungan sosial dan politik, sebagai Kepala Daerah dengan populasi penduduk terbesar di Indonesia, potensi untuk menaikan daya saing (competitiveness), sosok Ridwan Kamil sangat dimungkinkan.
Apalagi hingga saat ini, Ridwan Kamil identik dengan satu-satunya kandidat yang merepresentasikan Jawa Barat. Ditambah lagi dengan konstelasi politik di mana aktivitas dan figur Ridwan Kamil relatif sepi dari “dinamika politik”.
Sebagian besar diisi oleh publikasi atau ekspose dari media yang cenderung positif sehingga berpotensi besar menaikkan kadar likeability atau afeksi publik terhadap dirinya. Sebab, dalam politik kontemporer, imaji yang positif cenderung beriringan atau ekuivalen dengan elektabilitas.
Jadi bisa saja ada sosok yang popularitasnya tinggi, namun karena tidak disukai menjadi faktor ketidakterpilihannya.
Untuk itu, jika dalam beberapa waktu menjelang Pilpres 2024 ada rangkaian hasil kerja pembangunan dan pelayanan publik di Jawa Barat yang cukup signifikan, maka keniscayaan tingkat keterpilihan dan penerimaan akan terus meningkat.
Penulis teringat pada momen beberapa pekan setelah terpilih sebagai Gubernur Jawa Barat pada Pilgub 2018 silam, ketika wacana Ridwan Kamil yang akan “menyulap” sungai Kalimalang di wilayah Bekasi menjadi seperti Sungai Cheyonggyecheon di Seoul, Korea Selatan.
Stetment itu, terekspose luas di publik nasional. Rencana untuk mempercantik dan merevitalisasi Kalimalang dengan konsep menata ulang tata ruang sepanjang sungai dan mengembalikan ruang terbuka hijau (RTH) sepanjang bantaran Kalimalang itu dipaparkannya di akun media sosial pribadinya dan menjadi viral.
Salah satu contoh kecil, contoh pemberitaan positif yang cukup strategis dan masif, sehingga namanya kian dikenal oleh publik di seluruh Indonesia yang sedang mengalami euforia penggunaan media sosial.
Pada era disrupsi media digital saat ini, nama Ridwan Kamil pun boleh dibilang kian tenar di kalangan milenial yang sangat padat aktivitasnya di dunia media sosial.
Bagitu juga dengan sejumlah pemberitaan terkait upaya Ridwan Kamil dan jajarannya kunjungan ke sejumlah negara untuk menarik investor-investor asing untuk memutar modalnya di wilayah Jawa Barat.
Misalnya saja menggelar pertemuan dengan beberapa mitra kerja di Amsterdam, Belanda untuk bekerja sama dalam penanaman investasi di kawasan industri baru Rebana sebagai sebuah zona terintegrasi atau saling terkoneksi untuk tempat tinggal, wisata, bisnis dan industri dengan potensi pembukaan 3-5 juta lapangan kerja baru.
Di masa pandemi Covid-19, Provinsi Jawa Barat masih menjadi destinasi investasi terbaik di Indonesia, sebagaimana tercatat pada semester 1 2021, di mana Jawa Barat memuncaki realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Indonesia dengan nilai sebesar Rp 72,5 triliun.
Begitu juga dengan keunggulan keberadaan 700 universitas serta responsivitas layanan investasi digital yang pernah dilontarkannya sebagai penunjang kelebihan lain Jawa Barat.
Realitas politik yang harus menjadi catatan adalah meskipun Jawa Barat memiliki “seabrek” kelebihan sebagai modal politik Ridwan Kamil, namun suara pemilih di Jawa Barat belum sepenuhnya milik Kang Emil.
Polaritas sosial politik yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa publik Jawa Barat masih terbelah dalam referensi politik figur yang berbeda.
Taruhlah Prabowo Subianto dan Anies Baswedan, boleh dibilang memiliki basis jaringan massa yang kuat juga di Jawa Barat. Ini artinya, daftar pemilik suara Jawa Barat yang mencapai sekitar 32,6 juta orang pada Pemilu 2019, belum aman di genggaman Kang Emil.
Perlu faktor-faktor lain untuk merawat dan merengkuh daftar Pemilih Tetap (DPT) terbesar dari seluruh provinsi di Indonesia itu, melalui posisinya sebagai kepala daerah Jawa Barat.
Formulasi untuk merawat dan melejitkan tingkat keterkenalan atau pengetahuan publik serta afeksi terhadap figur dan kinerja serta kepemimpinannya memang masih terbuka lebar.
Masih ada sekitar 3 tahun lagi untuk merealisasikan setiap konsep dan program pembangunan serta pelayanan publik yang sudah disusunnya sehingga secara tidak langsung akan memoles citranya sebagai seorang pemimpin yang kompeten, kreatif dan inovatif, sekaligus disukai publik Jawa Barat.
Dengan begitu, rekam jejak kepemimpinannya akan terekam di benak publik luas Indonesia. Terlebih, panggung kerja dan prestasi sebagai kepala daerah termasuk etalase sekaligus modal yang paling mudah untuk dirawat, demi menjaga stabilitas popularitas dan elektabilitas serta akseptabilitasnya.
Jika memang Kang Emil berencana melenggang dan bertarung dalam kontestasi politik 2024, tentunya sebagai simbolisasi dari representasi masyarakat Jawa Barat. (*)
Penulis: Eko Sri Raharjo
Kandidat Doktoral Ilmu Politik Universitas Indonesia
Peneliti Politik dan Kebijakan Publik Mandala Research Institute