Depok, suarabuana.com – Adanya kegaduhan Pada hari Kamis Minggu lalu bertempat didepan pintu tol Semper telah terjadi suatu penghadangan dengan tujuan untuk melakukan pengambilalihan secara sepihak 1 unit mobil Honda Mobilio dengan Nomor Polisi B 2638 BZK yang dikemudikan oleh Serda Nurhadi, upaya pengambilalihan tersebut dilakukan oleh sekelompok Debt Collector yang belakangan diketahui berjumlah 11 orang.
Peristiwa tersebut bermula ketika Serda Nurhadi mendapatkan laporan bahwa telah terjadi kemacetan lalu lintas karena terdapat 1 unit mobil yang dikerubungi oleh 10 orang Debt Collector, ketika mengecek kondisi dalam mobil beliau mendapati seseorang yang tengah sakit, dan juga anak kecil. Serda Nurhadi selanjutnya mencoba berdialog dengan para Debt Collector tersebut, beliau kemudian berinisiatif untuk mengemudikan kendaraan tersebut guna mengantarkan mereka ke rumah sakit terdekat, namun sekelompok Debt Collector rupanya tetap mengikuti mobil yang dikemudikan Serda Nurhadi dan ketika sampai di depan pintu tol Semper terjadi peristiwa tersebut yangmana didalamnya terdapat cekcok antara pemilik kendaraan dengan para debt collector, tidak terdapat kekerasan secara fisik dalam peristiwa tersebut.
Pihak Kodam Jaya merespons kejadian penghadangan itu dengan mengeluarkan pernyataan bahwa tidak mentorelir peristiwa tersebut dan menganggap bahwa para debt collector tersebut tidak menghargai prajurit TNI berseragam yang ada di lokasi kejadian.
Peristiwa penghadangan yang dilakukan oleh debt collector tersebut tentu berkaitan erat dengan Hukum Jaminan Fidusia yang notabenenya pada saat ini masih hidup dalam masyarakat Indonesia.
Terkait peristiwa tersebut Tasrif. SH., MH. yang merupakan Praktisi hukum jaminan Fidusia dan juga pengacara angkat bicara, kepada wartawan dikantornya tgl (12/5/202),menjelaskan “Menurutnya pasca dibacakannya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, telah terjadi berdebatan dalam masyarakat terkait dengan eksekusi objek jaminan fidusia, sebagian pihak berpendapat bahwa dengan adanya putusan tersebut maka debt collector tidak lagi dapat melaksanakan hak eksekutorial atau melaksanakan eksekusi objek jaminan fidusia, namun sebagian lainnya tetap berpendapat bahwa para debt collector tetap dapat melakukan eksekusi tersebut dengan tetap berpegang pada asas dan pasal-pasal yang terdapat dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia seperti pada Pasal 29,30, dan 31,serta pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata.”
Tasrif, S.H.,M.H berpendapat bahwa adapun terkait proses penarikan atau proses eksekusi objek jaminan fidusia yang dilakukan oleh Debt Collector selaku penerima kuasa dari Perusahaan pembiayaan menurutnya merupakan sesuatu yang sah, sepanjang penerima kuasa tersebut memenuhi syarat yang ditentukan oleh Peraturan OJK Nomor 35 Tahun 2018 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan, pada Pasal 65 POJK tersebut dinyatakan bahwa “pegawai dan/atau tenaga alih daya perusahaan pembiayaan yang menangani fungsi penagihan dan eksekusi agunan wajib memiliki sertifikat profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK.” Sertifikasi profesi bagi debt collector umumnya dilakukan oleh Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), adanya peraturan tersebut semata-mata untuk memastikan bahwa para debt collector yang diberdayakan dilapangan telah bersertifikasi. Namun pada prakteknya di lapangan memang masih ditemukan para debt collector yang belum mengantongi sertifikasi sebagai pelaksana jasa penagihan.”ungkapnya
Dengan demikian menurut Tasrif, S.H.,M.H maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa adanya putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 tidak serta merta dapat mengakhiri perdebatan terkait eksekusi objek jaminan fidusia, selain itu para debt collector juga dianggap masih dapat melakukan proses eksekusi objek jaminan fidusia atau proses penarikan, sepanjang para debt collector tersebut telah bersertifikasi profesi dan mendapatkan kuasa dari perusahaan pembiayaan, dan berbuat berdasarkan undang-undang dan peraturan terkait terlebih jika kendaraan yg hendak di tarik terbukti sudah pindah tangan sepihak kepada pihak lain maka memang sudah sepatutnya pihak kreditur (leasing) mengamankan objek jaminan fidusia yang terbukti kategori WANPRESTASI.”pungkasnya.(red)