BerandaNasionalPerlu Netralitas Saat TNI/Polri Menjabat Kepala Daerah

Perlu Netralitas Saat TNI/Polri Menjabat Kepala Daerah

Pengamat politik dari Universitas Andalas Asrinaldi.

Jakarta, suarabuana.com – Pemerintah Pusat perlu memperhatikan netralitas TNI dan Polri ketika menjabat sebagai penjabat (pj) kepala daerah. Demikian dikatakan Pengamat politik dari Universitas Andalas Asrinaldi.

“Barangkali netralitas ini yang bisa menjadi perhatian ketika TNI atau Polri diminta untuk menjabat sebagai pj gubernur, bupati, atau wali kota. Ikatan hierarki yang kuat antara TNI atau Polri kepada atasannya akan menyulitkan mereka untuk menjadi independen dalam menentukan kebijakan,” kata Asrinaldi di Jakarta, Sabtu (25/9/21).

Menuutnya, ikatan tersebut menimbulkan tendensi bagi TNI dan Polri untuk mengikuti perintah atasan secara patuh, dalam hal ini Pemerintah Pusat, dan sulit untuk memberikan penolakan. Hal yang berbeda berlaku pada masyarakat sipil. Tenaga pengajar Universitas Andalas ini mengatakan bahwa pejabat sipil memiliki sisi disiplin dan hierarki yang lebih fleksibel apabila dibandingkan dengan TNI dan Polri.

“Walaupun dia harus netral, sulit untuk menerapkan itu. Ada pengaruh subordinasi di sana. Sikap dan loyalitas pejabat sipil,  akan lebih memungkinkan mereka untuk menolak arahan maupun kebijakan yang tidak sesuai dengan kepentingan daerah yang dikepalai,” tutur Asrinaldi berdasarkan pandangannya.

Oleh karena itu, Asrinaldi menilai, apabila ia melihat dari aspek netralitas, maka masyarakat atau pejabat sipil akan lebih netral ketika menjabat sebagai pj kepala daerah jika dibandingkan dengan TNI dan Polri. Masyarakat sipil lebih netral dan bisa menolak (arahan yang tidak sesuai, red.). Sedangkan, di militer, khususnya TNI atau Polri akan sulit untuk menolak perintah atasan.

“Dengan demikian, hal yang perlu menjadi perhatian ketika TNI atau Polri menjabat sebagai pj kepala daerah adalah mengendalikan netralitas mereka, bukan mengkhawatirkan dwifungsi. Sebenarnya sudah tidak ada istilah dwifungsi. Yang harusnya khawatirkan adalah bagaimana cara memastikan mereka tetap netral,” ujar Asrinaldi.

Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, menegaskan bahwa dwifungsi ABRI adalah masa lalu dan tidak ada rencana TNI untuk mengaktifkan dwifungsinya. Menurut dia, dwifungsi ABRI adalah sejarah masa lalu yang tidak akan lahir kembali dan saat ini TNI lebih profesional.

“Kalau kita bicara dwifungsi, yang ada adalah dwifungsi ABRI. Itu sudah ke laut, sudah hilang. Sudah tidak ada lagi dwifungsi ABRI,” kata Panglima TNI saat wawancara khusus dengan ANTARA TV di ruang kerja Panglima TNI, Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat.

Tjahjanto menyebutkan, penempatan personel TNI di kementerian/lembaga sudah diatur dalam UU N0 34/2004 tentang TNI, dimana prajurit TNI aktif bisa menduduki jabatan di 10 kementerian dan lembaga negara. Begitu juga pada Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang perlu keterlibatan TNI di perbatasan dalam upaya melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri.

“Saat ini kenyataannya tidak hanya 10 kementerian dan lembaga, tapi ada 12 kementerian dan lembaga. Karena ada dua lembaga itu lahir setelah UU TNI lahir dan sudah diduduki personel TNI aktif, yakni Bakamla dan BNPB. Kedua lembaga itu memerlukan keterlibatan TNI dalam melaksanakan tugas pokoknya,” katanya.

Dengan adanya perubahan nama lembaga seperti Basarnas yang berubah menjadi Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP) dan Lemsaneg yang berubah menjadi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), maka perlu dilakukan perbaikan nomenklatur sehingga UU TNI perlu direvisi.

“Tetapi, saat ini ketakutannya begitu tinggi, takut dwifungsi ABRI akan lahir kembali. Tidak seperti itu. UU TNI perlu disesuaikan agar tidak hanya menjawab tugas pokok TNI, tetapi juga untuk mengakomodir kebutuhan personel TNI di dua lembaga baru itu, yakni Bakamla dan BNPB,” tegas mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) ini.

Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan tidak benar dirinya menginginkan mengembalikan lagi dwifungsi ABRI di tubuh pemerintahan. Omongannya tersebut dipelintir yang benar adalah mengenai Kemenko Maritim apalagi dirinya pernah menjadi Menko Polhukam. Jabatan yang diembannya sekarang tersebut sama perlu adanya pengamanan.

“Saya tidak pernah ngomong atau memberikan statmen tentang dwifungsi ABRI (TNI-red). Kita jangan bercerita berbeda dengan omongan yang sebenarnya,” katanya di sela peresmian `supension bridge` di Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu.(ahp/ant)

 

suara buana
suara buanahttps://suarabuana.com/
https://suarabuana.com/