Jakarta, SUARABUANA.com – Dr.Mintarsih didampingi kuasa hukumnya Kamaruddin Simanjuntak SH MH, melaporkan Pn dan Ch ke Bareskrim Mabes Polri, jln Trunojoyo Jakarta, Rabu (2/8/2023).
Usai pelaporan langsung digelar konferensi pers dengan banyak awak media.
Kamaruddin Simanjuntak, dari Firma Hukum Victoria menyatakan: ” Hilangnya saham ibu Mintarsih di CV Lestiani setelah mundur dalam jabatannya sebagai wakil direktur dan sahamnya 15% belum dibayar, maka kami ) melakukan tindak pidana untuk Bareskrim Polri, itulah kira-kira kedatangan kami.
Bukti dan berkas-berkas sudah kami siapkan sebagai syarat untuk di Labfor Polri. Buktinya antara lain: identitas, kemudian bukti kepemilikan pemegang saham 33%, sebagai pemegang saham 15%, sebagai wakil direktur, kemudian surat perubahan dari notaris, dan bukti-bukti lainnya.
Yang terlapor bernama pak Purnomo, yang kedua ahli waris. Pemilik saham tadinya 3 (tiga) orang. Ibu Mintarsih wakil direktur, dan pemegang saham 33%, kemudian pak Purnomo, yang ketiga atas nama Chandra. Kedua orang dari pemegang saham itu telah pergi menghadap notarisnya yang mengatakan bahwa dialah pemegang saham, tetapi dia lupa memberi tahu bahwa ibu ini mundur sebagai wakil direktur, tetapi tetap sebagai pemegang saham. Kita akan laporkan.”
“Ibu Mintarsih dari 2001 sampai 2023 tidak pernah mendapatkan haknya, maka apabila suami dari Nikita Willy memperoleh bagian dari pada ibu ini, kemudian dia juga mengelola atau mendapat tugas, tetapi tidak melaksanakannya dengan baik, ada kemungkinan akan bertambah tersangkanya.
Kami dengar bulan ini mereka dapat bulan ini 10 (sepuluh) miliar lebih. Ini sudah terjadi sejak tahun 2001, jadi sudah 22 tahun,” Ujarnya.
Ibu Mintarsih, menyatakan: “Buat akte tidak bilang-bilang, wajar atau tidak?”
“Harapan saya di Mabes Polri adalah keadilan, hanya itu saja yang saya mau, karena yang saya pikirkan cukup banyak sengketa-sengketa, bisa dibayangkan sengketa-sengketa saya terjadi pada orang yang uangnya terlalu sedikit, apa yang akan terjadi?, tinggal marahnya. Mungkin sudah saatnya hukum itu berjalan sesuai siapa yang benar, apa kesalahannya. Disini kan kita lihat, siapa sih yang percaya kalau saya keluarga pengurus, hartanya bergelimang. Apakah ada peraturan yang ada undang-undangnya, kalau tidak ada siapa yang salah. Kalau saya salah kok tidak mau menyerahkan harta. Atau mereka yang salah, karena mengambil harta saya secara diam-diam. Kalau memang itu yakin benar, mestinya kan tidak secara diam-diam logikanya. Jadi artinya mereka tau bahwa ini salah.
Tahap kedua suami Nikita akan diperiksa, jadi ini karena panjangnya, bayangkan dari 2001 sampai 2023, karena lamanya permasalahan, maka terpaksa dibuat bertahap, kalau tidak terlalu rumit. Admin sekarang tergantung polisi, apakah mau dipanggil atau tidak tergantung pada prosesnya. Tetapi tahap kedua akan dipanggil,” ucap Mintarsih.
“Alat bukti yang dibawa mulai dari bapak saya hanya keluar sebagai pengurus dan tidak pernah puas. Saya bahkan ada alat bukti lagi, bahwa sebetulnya itukan berbeda. Mau keluar sebagai pengurus, ya sebagai pengurus. Jangan dikaitkan lagi. Jebakan bukti lagi bahwa
akte dan rumah tanah itu notaris. Notarisnya tiba-tiba menghilangkan hak asasi, bahwa saya tidak pernah ikut dalam pembuatan akte itu. Lalu pengakuan notaris pada saat ini mengaku bahwa sebetulnya saya tetap sebagainya pengurus saja. Itu pengakuan dari notaris. Kemudian saya perlihatkan lagi, jadi di pengadilan negeri, waktu itu didaftarkan. Kalau tidak didaftarkan tidak sah, tapi kenapa akte saya, akte yang menghilangkan status saya, menghilangkan aset saya kok tetap berjalan, padahal itukan sudah tidak sah, tidak terdaftar,” ujarnya.
“Tadi saya menceritakan karena tujuannya supaya cukup singkat, tidak usah terlalu panjang. Waktu tadi dipermasalahkan dari tahun 2001 sampai 2013 kenapa kok tidak menanyakan, saya beritahukan teror yang terjadi, selain teror dari pemegang saham yang lain bahwa juga teror penculikan terhadap diri saya. Lalu saya beritahukan dengan teror penculikan itu, kenapa tidak lapor ke polisi, saya mempersoalkan hanya polisi meminta notulen rapat, jadi ada 2 nasabah, jadi dikoordinasi penculikan ini. Jadi, yang megang notulen rapat itu mati ketabrak. Jadi, saya ketakutan, wajar kalau saya . Ini salah satu contoh. Tapi ada hal-hal lain yang tidak bisa diceritakan karena tidak ada bukti. Kalau penculikan ada buktinya, karena penculikan saya, si penculik-penculik itu melaporkan ke P.N. Jakarta Pusat dan ada segelnya. Ini lo laporan saya ada buktinya, lalu ada lagi yang lapor ke notaris sesuai tempat tinggal mereka yang agak jauh lapor ke notaris. Jadi, terlapor benci dengan saya, sah-sah saja. Saya tidak lapor polisi sudah saya utarakan karena takut ada yang mati. Sedangkan ada lagi yang lebih berbahaya, mati pakai tali, bagaimana saya mau melanjutkan.
Ini pengancaman bukan penculikan, 1 (satu) set, bukan berapa kalinya. Jadi, dibuat notulen rapat, dikumpulkan semuanya, bagaimana semua ini berjalan, bagaimana masalah seragamnya, masalah kendaraannya, semua diatur. Dan termasuk selain penculik ini ada lagi korban diatasnya, masih ada 4 atau 5 orang lagi. Bahwa kalau ini berhasil saya akan dioper ke mereka,” tutupnya.(Dus)