BerandaOpiniJaminan Kepastian Bagi Kelompok Pengelola Sampah Organik di Depok

Jaminan Kepastian Bagi Kelompok Pengelola Sampah Organik di Depok

Oleh: Rudi Murodi
(Tokoh Masyarakat Depok)

Masalah sampah di kota Depok, merupakan hal yang sangat serius dan harus betul-betul ditangani secara profesional. Bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau dinas DLHK, tapi juga menjadi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat.

Banyak ide-ide spontan yang terkadang muncul, demi rasa tanggung jawab terhadap permasalahan sampah yang kian hari kian menumpuk dan harus segera dituntaskan. Tetapi dalam hal penanganan sampah, harus betul-betul dikaji dan ditentukan langkah yang tepat. Sehingga, tidak banyak membuang energi dan biaya.

Berbagai macam cara pengolahan limbah sampah, saat ini sedang dilakukan di TPS TPS bahkan pada kelompok masyarakat. Dengan memilah dan mengolah menjadi bahan yang lebih bermanfaat, seperti; pupuk kompos, maggot dan lainnya untuk sampah organik. Tetapi hasil dari pengolahan tersebut, harus dipastikan dapat terserap dan dijamin, semua hasil dari produksi pengolahan limbah sampah organik ada yang menampung atau membelinya. Sehingga para pengolah limbah sampah organik, mendapatkan hasil dari apa yang telah mereka lakukan. Bukan hanya sekedar iming-iming yang pada akhirnya membuat warga atau kelompok masyarakat pengelola limbah merasa kesulitan, dalam menjual hasil olahan limbah sampah organik tersebut. Baik berupa pupuk organik padat, maupun pupuk organik cair dan juga maggot.

Hal semacam ini wajib dipikirkan dan betul-betul dapat dipastikan, bahwa; setiap produksi dari kelompok masyarakat yang menghasilkan pupuk organik padat, pupuk cair dan juga maggot dapat terserap. Meskipun nantinya ketika program pengolahan sampah melalui kelompok masyarakat, menghasilkan produk baru dengan volume yang cukup besar. Maka jangan lagi ada alasan bagi pemerintah maupun pengepul, menolak apa yang sudah dilakukan oleh masyarakat terutama untuk jenis maggot.

Maggot itu memiliki umur panen yang cukup singkat, sehingga hasil produksinya tidak bisa lagi ditunda-tunda. Meskipun menurut sebagian besar orang, maggot memiliki nilai ekonomis yang cukup lumayan baik untuk pakan ternak ataupun untuk bahan baku lainnya. Tetapi pada kenyataannya, tidak semua pengolah limbah memiliki peternakan terutama unggas atau ikan yang memang selama ini menjadi target untuk pengaplikasian maggot sebagai pakan alternatif terutama untuk unggas dan ikan air tawar.

Maggot juga sebetulnya bisa diawetkan dengan cara dibekukan, tapi dalam hal ini mereka yang memproduksi maggot juga harus dilengkapi dengan sarana freezer dengan volume yang cukup besar. Karena dengan begitu, akan lebih mudah untuk mengawetkan maggot-maggot dari hasil panen mereka sebelum didistribusikan.

Dengan harga Maggot yang berkisar antara Rp4000 sampai dengan 5.000 per-kilonya, butuh volume yang cukup banyak ketika akan dijual kepada pengepul. Karena jika hanya 10 atau 20 kg saja, ini akan habis dengan biaya ongkos kirim dan tidak bisa dirasakan hasilnya secara ekonomis oleh para produsen maggot.

Begitupun, sama halnya dengan pupuk organik padat atau pupuk organik cair, unsur hara yang terkandung dalam pupuk organik hasil olahan limbah biasanya tidak memiliki nilai nitrogen fosfor dan kalium yang cukup. Sehingga, tidak dapat langsung diaplikasikan sebagai pupuk organik.

Butuh pihak kedua untuk menjadi pengepul, yang menjamin mampu menyerap setiap hasil produksi olahan sampah dari kelompok masyarakat. Sehingga masyarakat tidak kebingungan, dalam menjual hasil dari olahan limbah sampah organik yang mereka produksi.

Masyarakat pastinya sangat senang, jika hasil olahan sampah organik mereka dapat dibeli dan menghasilkan cuan. Bukan hanya sekedar iming-iming di awal, semua akan diserap dan bernilai ekonomis tinggi. Tapi kenyataannya, ketika banyak kelompok-kelompok masyarakat yang turut serta dalam mengolah limbah sampah organik dan berhasil menciptakan produk baru berupa pupuk organik padat, pupuk organik cair dan maggot, pada akhirnya tidak bisa menjualnya. Maka tentu akan timbul kekecewaan dan menjadi masalah baru, bagi para kelompok pengelola sampah organik tersebut .

Beda hal nya dengan sampah non organik, berapapun banyaknya yang mereka pilah pasti ada yang menampung dan membelinya. Tapi justru target utama dalam penanganan limbah, adalah limbah organik yang meresahkan masyarakat karena menimbulkan bau yang tidak sedap bahkan sangat berpengaruh terhadap pencemaran lingkungan dan pencemaran udara.

“Sebetulnya bank sampah juga memiliki peran yang sangat penting dalam pengelolaan dan pemilahan sampah di tingkat paling bawah. Dulu kita tahu gaungnya, dan ganasnya mesin yang bernama Bank sampah dalam menggerus sampah organik dan non organik di wilayah ke Rw an mampu mengurangi debit sampah yang masuk ke TPS dan TPA, tapi belakangan ini seolah olah seperti mogok entah kehabisan bensin, accu nya soak, atau di tinggal kabur pengemudinya. Sehingga, tidak ada lagi yang menggerakan secara serius dan serempak. Mungkin hanya ada di beberapa titik yang mampu bertahan, meski terkadang berhenti karena kehabisan bahan bakar atau mengalami kempes ban. Tapi saya yakin, ketika bank sampah mampu di fungsikan kembali dengan mengganti accu yang baru, bensin yang cukup dan para pengemudi yang di jamin pendapatannya setiap bulan, maka mesin pengolah sampah yang kita kenal dengan bank sampah pastinya akan mampu ikut serta berperan dalam menangani permasalahan sampah di kota Depok tercinta ini. Meskipun mungkin tidak bisa dibebankan secara maksimal, tetap harus ada teknologi dan tenaga ahli yang harus terjun secara profesional terutama dalam penanganan sampah di wilayah TPS dan TPA.

Semoga apa yang saat ini tengah di gagas oleh para anggota Dewan dan Pemerintah Kota, benar-benar telah melalui pengkajian dan yang yang disesuaikan dengan kebutuhan para kelompok pengolah limbah organik tersebut. Semoga. (FC-G65/RM)

suara buana
suara buanahttps://suarabuana.com/
https://suarabuana.com/