BerandaDaerahJacob Ereste : Egoistik

Jacob Ereste : Egoistik

Jacob Ereste : Egoistik

Banten, SUARABUANA.com – Eling lan waspodo itu nasehat yang Pujangga Ronggoearsito yang revelan untuk kembali menjadi  perhatian pada hari ini, dimana kegentingan politik dan ekonomi serta guncangan sosial dan budaya di negeri kita semakin tak menentu.

Indikator dalam  ekonomi rakyat seperti ditandai oleh kenaikan harga bahan pokpok yang tidak terkendali termasuk harga  dan kelangkaan minyak goreng di tengah perkebunan kelapa sawit kita yang maha luas, dan anjloknya harga  buah sawit di kebun hingga dibawah Rp 1.000 per kilo.

Suhu politik memasuki tahun pemilihan Prediden 2024 terkesan sangat tidak normal, layak lahiran dalam proses sesar yabg saling memaksakan. Termasuk calon presiden dan wakil presidenn yang tidak layak mengajukan diri secara sembunyi-sembunyi mapun ke tanpa tasa risi dan malu untuk mematut diri.

Rasa malu yang hilang, etika yang kandas serta akhlak yang semakin bobrok, jelas menandai keambrukan kepribadian yang diorientasikan pada nilai-nilai lahiriah (materi) bukan batiniah sebagai inti pokok dari kemuliaan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi.

Akibatnya, hal-yang bersifat duniawi — harta dan kekuasaan — menjadi tujuan dalam segenap aspek kehidupan. Dam jabatan (kekuasaan) jadi rebutan, tak lagi ada kesadaran yang bersandar pada  amanah untuk menata kehidupan bangsa dan negara agar lebih baik hingga dapat memperbaiki kualitas serta mutu kehidupan yang lebih baik, lebih sejahtera dan lebih beradab.

Birahi perlombaan untuk memenangkan bahkan merebut kekuasaan dan kekayaan — atau sebaliknya –tiada lagi perduli dengan cara, etika, moral dan akhlak yang telah dijadikan pelajaran serta petunjuk pokok dalam kehidupan. Secara politik maupun budaya, sikap tamak dan rakus itu terus berlanjut pada generasi berikutnya, sehingga tahta kekuasaan dan harta dapat diteruskan secara turun temurun tanpa perduli dengan hak orang lain.

Keambrukan budaya ini erat kaitannya dengan birahi kapitalistik, ketamakan dan kerakusan ingin berkuasa yang dilakukan dengan cara menghalalkan semua cara.

Tatkala telah berkuasa pun, ketamakan dan ketakusan untuk melahap hak orang lain pun — termasuk milik rakyat jelata yang tak berdaya — dilakukan juga tanpa pernah merasa berdosa. Apalagi hendak menyadari bila semua itu pasti akan mendapat azab yang setimpal.

Dasar keyakinan dan kepercayaan terhadap azab ini sesungguhnya merupakan bagian dati sunnatullah, sepert tetumbuhan yang kita tanam, kelak seperti apapun hasik panenannya akan kits tuai juga. Boleh jadi azab itu pun tidak seketika itu terjadi. Tapi toh, banyak contoh dera dan derita yang jatuh pada anak atau cucu yang kelak akan dirasakan juga oleh yang bersangkutan.

Sekarang ini, ancaman dan  dera dari beragam  penderitaan yang bakal menerpa bangsa Indonesia seperti tinggal menunggu waktu. Karena pengkhianatan, keculasan, kesembronoan, kesombongan, kemunafikan, ketidakperdulian serta abai pada itikad baik dan jujur serta ikhlas untuk hidup dalam kebersamaan, bahwa apapun di bumi ini tidak diciptakan Allah untuk Anda sendiri.

Begitulah perkelahian dirasa jadi harus dilakukan. Peperangan seakan patut dilaksanakan. Perebutan jadi dianggap perlu dilakukan, dan pemaksaan pun seakan telah menjadi budaya yang lumrah.

Sehingga bumi pun merasa telah teraniaya dan merasa patut bereaksi dengan cara dan bahasa ucapnya sendiri. Banjir, gempa, longsor dan mungkin juga akan memuntahkan lagar lahar panas karena lerutnya (bumi) sudah melampai takaran
kemualan yang memuakkan.(JE)

suara buana
suara buanahttps://suarabuana.com/
https://suarabuana.com/