DEPOK, suarabuana.com – Perkara Syahril Parlindungan Martinus (42), pelaku tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, memasuki babak baru dengan dimulainya perkara tersebut disidangkan di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat.
Dalam sidang perdananya, pembacaan surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Siswatiningsih secara teleconference yang ditutup dan tertutup untuk umum, Senin (5/10/2020), di Ruang Sidang I Cakra PN Depok.
Syahril oleh JPU didakwa dengan pasal berlapis, melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik atau tenaga kependidikan, dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus di pandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan.
“Perbuatan terdakwa Syahril Parlindungan Martinus sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 82 Ayat (2) UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 76E UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo pasal 65 ayat (1) KUHP,” papar Siswatiningsih dalam surat dakwaannya.
Selain dikenakan pasal perlindungan anak, Syahril juga didakwa pasal berlapis tentang perilaku penyimpangan seksual yang dilakukannya. “Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 292 KUHP Jo pasal 65 ayat (1) KUHP,” kata Siswatiningsih.
Sementara di tempat terpisah, Kuasa Hukum korban pencabulan anak di gereja, Azas Tigor Nainggolan mengapresiasi dakwaan JPU terhadap terdakwa Syahril Parlindungan Martinus. Pasalnya, terdakwa Syahril dijerat oleh JPU dengan pasal berlapis.
Pasal berlapis yang dikenakan kepada terdakwa Syahril oleh JPU, sambung Tigor, Pasal 82 UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 292 KUHP dan Pasal 65 KUHP. Menarik dari dakwaan tersebut ialah Pasal 65 KUHP. Dimana pasal tersebut menggambarkan tindak pidana yang dilakukan terdakwa bukan hanya sekali melainkan berulang atau beberapa kali.
“Saya sepakat dengan JPU,” ujar Tigor singkat.
Saat ditanya ada berapa korban yang melapor, jawab Tigor, ada tiga orang. Namun dari tiga orang itu hanya dua yang masuk ke dalam berkas perkara sedangkan satu orang lagi sebagai saksi. “Kejadian yang dialami satu orang itu sudah lama. Sekitar 2008 lalu,” ungkapnya.
“Jika merujuk pasal tersebut maka hukuman yang akan diterima oleh terdakwa akan ditambah sepertiga dari hukuman maksimal. Hukuman maksimal sesuai yang diatur dari kejahatan tersebut, yakni selama 15 tahun penjara. Jadi, terdakwa bisa dihukum selama 20 tahun penjara. Karena terdakwa bukannya melindung anak-anak tapi malah merusak,” imbuhnya. (JIMMY)