Jakarta, suarabuana.com – Mengerikan dan keterlaluan. Setelah kasus korupsi uang bantuan sosial untuk rakyat miskin, kasus Jiwasraya, Asabri, AJB Bumiputera, kini uang buruh diduga dikorupsi. Saat ini kasus dugaan mega korupsi di BPJS Ketenagakerjaan senilai Rp43 triliun itu tengah ditangani Kejaksaan Agung.
Adanya mega korupsi di BPJS
Ketenagakerjaan ini menuai sorotan berbagai pihak. Mereka meminta kasus ini diusut tuntas. Semua pelakunya harus ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
“Mereka yang mengkorupsi uang pekerja bukan kategori manusia lagi. Mereka sudah tidak punya hati nurani. Mereka harus segera bertaubat kalau masih merasa manusia,” ujar Jajang Nurjaman kepada Harian Terbit, Kamis (21/1/2021).
Jajang pun mendukung penuh Kejaksaan agung mengusut tuntas dugaan mega korupsi tersebut. Harus secepatnya menetapkan tersangka dalam kasus ini. Jajang berharap Kejaksaan Agung dalam menangani perkara korupsi di BPJS tidak pandang bulu, siapapun yang terlibat harus dihukum berat.
Menurutnya, dugaan korupsi pada BPJS ketenagakerjaan menjadi tamparan keras bagi presiden Joko Widodo, karena BPJS Ketenagakerjaan bertanggungjawab langsung kepada presiden.
“Penggunaan pasal TPPU lebih realistis untuk diterapkan, tapi mengingat dalam kondisi pandemi penegak hukum kita perlu melakukan tindakan ekstra ordinary dalam penanganan korupsi. Bisa saja menggunakan hukuman mati, mempertimbangkan besaran uang korupsi dan dana yang dikorupsi,” tegasnya.
Harus Transparan
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal juga meminta Kejaksaan Agung menangani kasus korupsi BPJS secara transparan. Menurutnya, dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan ini termasuk pelanggaran berat dan patut diduga sebagai megakorupsi sepanjang badan hukum yang dulu bernama Jamsostek itu berdiri.
“Jika dugaan korupsi ini terbukti dari hasil penyelidikan Kejaksaan Agung, berarti uang buruh Indonesia telah dirampok oleh pejabat berdasi para pimpinan yang ada di BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Said Iqbal di Jakarta, Kamis (21/1/2021).
Said menegaskan, KSPI mendukung penuh langkah Kejagung dalam membongkar kasus tersebut. “KSPI akan mengerahkan puluhan ribu buruh berbondong-bondong di seluruh wilayah Indonesia untuk mendatangi semua kantor cabang di kabupaten/ kota dan kantor-kantor wilayah BPJS Ketenagakerjaan di seluruh wilayah Indonesia untuk menanyakan keberadaan triliunan rupiah uang buruh yang diduga dikorupsi di BPJS Ketenagakerjaan,” tutur Said.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban mengatakan, sangat disayangkan jika benar uang pekerja yang disimpan di BPJS dikorupsi atau disalahgunakan. Apalagi dana BPJS adalah uang buruh atau pekerja yang dipotong dari gaji setiap bulan untuk mendapatkan manfaat atau menikmati di hari tuanya atau setelah pensiun.
“Memang harus diusut (korupsi di BPJS) dan pihak yang merugikan harus bertanggungjawab. Hampir semua uang rakyat sekarang dikorupsi termasuk bantuan sosial. Tidak ada efek jera karena hukumannya tidak terlalu berat,” ujarnya.
Elly menyebut, pihak yang mengkorupsi uang pekerja harusnya dihukum mati karena sudah menghisap darah buruh. Sayangnya, hukuman mati tidak berlaku di negara Indonesia. Tidak heran pihak – pihak yang diberikan amanah kerap korupsi. Hal tersebut terjadi karena sebahagian besar para pejabat sudah tidak memiliki moral dan juga sense of humanity.
Hati Nurani
Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) DPC DKI Jakarta, Alson Naibaho menambahkan, kasus korupsi di BPJS harus diusut dan diberi sanksi yang berat karena mereka yang melakukan tidak punya hati nurani. Apalagi yang dikorupsi adalah uang buruh, hasil keringat buruh yang harapannya menjadi jaminan di hari tua.
“Kami buruh akan kehilangan kepercayaan kepada BPJS Ketenagakerjaan bila penyelesaian persoalan ini tidak diselesaikan. Karena sama saja mereka menghisap darah buruh,” jelasnya.
Alson menyebut, selama ini BPJS tidak pernah melaporkan kepada peserta atau buruh secara terbuka berapa persen hasil Imbal balik dari dana yang diinvestasikan. Tapi sebaliknya malah justru dikorup. Oleh karena itu hukuman yang pantas adalah seumur hidup. Karena berapa juta buruh yang dirugikan oleh mereka. “Bener-benar gak ada hati nurani lagi mereka,” paparnya.
Dana Investasi
Kasus dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan yang sedang ditangani Kejagung terkait dengan pengelolaan keuangan dan dana investasi. Jaksa penyidik Kejaksaan Agung juga telah menggeledah Kantor BPJS Ketenagakerjaan. Sejumlah pejabat dan karyawan juga diperiksa sebagai saksi atas pengajuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung mengatakan, saksi yang diperiksa, lanjut Eben merupakan pejabat dan karyawan BPJS. “Adapun 20 orang saksi merupakan pejabat dan karyawan kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan Jakarta,” ungkap Eben, Rabu (20/1/2021).
Pemeriksaan oleh Kejagung tersebut, dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: Print-02/F.2/Fd2/01/2021. Eben menambahkan, pihak Kejagung telah melakukan penggeledahan di Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan pada Senin, 18 Januari 2021.Berdasarkan penyidikan tersebut, ditemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi sebesar Rp43 triliun di BPJS Ketenagakerjaan.
“BPJS saat ini masih kita lihat karena transaksinya banyak, seperti Jiwasraya. Nilainya sampai Rp43 triliun sekian, di reksadana dan saham,” jelas Eben.
Klaim BPJS
BPJS Ketenagakerjaan mengklaim selalu menerapkan tata kelola yang baik dalam menjalankan investasinya. Klaim tersebut merupakan respons atas dugaan Perkara Tindak Pidana Korupsi pada Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi yang disidik oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Manajemen BP JAMSOSTEK siap untuk memberikan keterangan dengan transparan guna memastikan apakah pengelolaan investasi telah dijalankan sesuai tata kelola yang ditetapkan,” kata Deputi Direktur Bidang Humas dan Antara Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja, kepada Liputan6.com, Selasa (19/1/2021).
Sumber https://harianterbit.com/read/127636/Usut-Tuntas-dan-Hukum-Mati-Pelakunya-Setelah-Uang-Bansos-Rakyat-Miskin-Giliran-Uang-Buruh-Rp43-Triliun-Diduga-Dirampok