Jakarta, SUARABUANA.com, Indonesia, negeri dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, tengah berada di persimpangan penting dalam sejarah pertumbuhan dan pengaruh globalnya. Dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil. GDP Indonesia tumbuh 5,03% pada 2024 dan diproyeksikan tetap di kisaran 4,7–4,8% hingga 2026. Indonesia telah membuktikan diri sebagai kekuatan ekonomi yang tak bisa diabaikan di kancah internasional . Ekspor Indonesia melonjak dari USD 207 miliar pada 2018 menjadi USD 290 miliar pada 2023, menandakan peran vital Indonesia dalam rantai pasok global dan perdagangan dunia .Namun, di tengah laju investasi yang terus meningkat dengan realisasi FDI mencapai USD 47,5 miliar pada 2023, naik 13,7% dari tahun sebelumnya gelombang demostrasi mahasiswa kembali menggema di berbagai kota besar. Kebanyakan Demostrasi ini, yang menyoroti kebijakan pemerintah terkait pemotongan anggaran dan reformasi kontroversial, telah menimbulkan pertanyaan besar: Apakah suara mahasiswa ini menjadi pengingat penting bagi demokrasi, atau justru menjadi penghambat laju investasi yang sangat dibutuhkan bangsa?
Investasi asing langsung (FDI) adalah salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan populasi 276 juta jiwa dan ekonomi senilai USD 1,2 triliun, Indonesia menjadi magnet bagi investor global yang mencari stabilitas, pasar besar, dan peluang pertumbuhan . Pemerintah telah melakukan berbagai reformasi untuk membuka sektor-sektor strategis, memperkuat posisi Indonesia sebagai destinasi investasi utama di Asia . Stabilitas sosial dan politik menjadi syarat mutlak bagi kelangsungan investasi. Studi internasional menunjukkan, setiap kali terjadi gejolak sosial atau ketidakpastian politik, arus investasi cenderung menurun drastis, bahkan bisa turun hingga 35% pada negara-negara berkembang yang mengalami konflik sosial . Investor global sangat sensitif terhadap isu stabilitas; sedikit saja terjadi kerusuhan atau aksi massa yang meluas, persepsi risiko langsung meningkat, dan modal asing pun memilih menunggu atau bahkan hengkang .
Demostrasi mahasiswa di Indonesia, seperti yang terjadi pada 2025 dengan tajuk “Indonesia Gelap”, memang menjadi cerminan hidupnya demokrasi dan kepedulian generasi muda terhadap masa depan bangsa . Namun, demostrasi ini juga membawa konsekuensi nyata bagi dunia usaha. Demonstrasi yang berujung pada bentrokan, penggunaan gas air mata, dan penutupan jalan utama telah mengganggu aktivitas bisnis, menurunkan kepercayaan konsumen, dan menciptakan ketidakpastian di mata investor. Bukan hanya itu, demostrasi yang menyoroti isu korupsi dan tata kelola ekonomi juga berpotensi memperkuat narasi negatif tentang iklim investasi Indonesia. Padahal, pemerintah tengah berupaya keras menjaga stabilitas fiskal dan memperbaiki infrastruktur demi menarik lebih banyak investasi asing . Jika aksi-aksi ini terus berlanjut tanpa solusi, bukan tidak mungkin Indonesia kehilangan momentum emas untuk menjadi kekuatan ekonomi global.
Mahasiswa bukan manusia yang kekurangan literatur dalam pembacaannya oleh sebab itu demostrasi bila dilakukan terus menerus tanpa mengandung substansi isu yang kongkret bisa digunakan untuk kepentingan pihak semata dan bisa merugikan negara yang sedang dalam proses pembangunan menuju negara maju. Pemikiran kita sebagai kaum akademisi juga harus bertansformasi bukan hanya mengandalkan demostrasi namun yang perlu kita asah adalah nalar kritis dan solusi kongkret berupa suatu siposium untuk memajukan bangsa negara kita. Sebagai pemimpin ASEAN dan anggota aktif berbagai organisasi internasional seperti PBB, WTO, dan APEC, Indonesia memiliki posisi tawar yang kuat dalam diplomasi global . Komitmen Indonesia terhadap demokrasi dan stabilitas kawasan menjadi modal penting dalam memperkuat pengaruh di tingkat internasional . Namun, citra sebagai negara stabil dan ramah investasi bisa tercoreng jika aksi-aksi sosial terus membayangi kebijakan ekonomi nasional. Studi di kawasan Asia Tenggara menegaskan, stabilitas politik dan sosial adalah kunci utama bagi arus investasi asing . Negara-negara dengan tingkat stabilitas tinggi terbukti lebih mampu menarik dan mempertahankan investasi, yang pada akhirnya memperkuat posisi tawar di forum internasional .Narasi “Nalar Kritis dan Transformasi Gerakan Mahasiswa” bisa dibaca dari dua sisi. Di satu sisi, Demostrasi mahasiswa adalah alarm bagi pemerintah agar tidak abai terhadap aspirasi rakyat dan menjaga transparansi kebijakan. Di sisi lain, aksi-aksi ini berpotensi menghambat laju investasi, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan melemahkan posisi Indonesia di mata dunia.
Apakah aksi mahasiswa adalah bentuk kepedulian terhadap masa depan bangsa, atau justru menjadi batu sandungan bagi kemajuan ekonomi dan pengaruh global Indonesia? Apakah stabilitas dan pertumbuhan ekonomi harus dikorbankan demi kebebasan berekspresi, atau justru keduanya bisa berjalan beriringan? Dalam Kajian Pengorganisasiran masyarakat Demostrasi merupakan langkah terakhir bila aspirasi tidak dapat didengarkan oleh sebab itu kami dari Kaum NU mengutarakan pendapat kami dan bisa menjadi rujukan untuk mahasiswa mahasiswa lain agar jangan sampai terprovokasi demi menjaga kesatuan bangsa. Sesuai Slogan negara Kita “BHINEKA TUNGGAL IKA”. Indonesia berada di titik kritis. Pilihan ada di tangan seluruh elemen bangsa: menjaga stabilitas demi investasi dan pengaruh global, atau terus membiarkan gejolak sosial yang bisa menggerus kepercayaan dunia. Narasi ini mengajak publik untuk berpikir kritis, menimbang antara idealisme dan menentukan arah masa depan Indonesia di panggung internasional. apakah sebagai kekuatan ekonomi yang disegani, atau negara yang terus diguncang ketidakpastian. (AGUNG)