“Menjaga Kemurnian Pers Nasional: Seruan Serius atas Infiltrasi ASN dan Agen Intelijen dalam Dunia Jurnalistik”
JAKARTA, SUARABUANA.com
Kebebasan pers, merupakan pilar penting dalam kehidupan demokrasi. Namun saat ini, dunia jurnalistik Indonesia dihadapkan pada fenomena yang mencemaskan, yakni: dugaan _’adanya penyusupan’_ oknum intelijen dan aparatur sipil negara (ASN) ke dalam lingkaran insan pers.
Fenomena ini tidak hanya mengancam integritas dan independensi media, tetapi juga berpotensi membuka celah spionase berkedok jurnalistik yang bisa merusak sendi-sendi kedaulatan informasi nasional.
Para pengamat menilai, bahwa; fenomena ini serupa dengan larangan anggota TNI dan Polri aktif untuk ‘rangkap jabatan’ di ranah sipil.
ASN, yang sejatinya tunduk pada aturan kedinasan negara, tidak semestinya mengemban peran ganda sebagai jurnalis aktif dan mengedarkan narasi ke publik. Hal ini berpotensi besar menimbulkan konflik kepentingan, manipulasi informasi, dan pengkhianatan terhadap prinsip transparansi (keterbukaan informasi) publik.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Pasal 2 huruf f menyebutkan, bahwa; ASN harus menjunjung tinggi netralitas. Lebih lanjut, dalam Pasal 23 huruf b, ASN dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas dan fungsi kedinasan.
Keterlibatan ASN dalam dunia jurnalistik aktif, bukan hanya menabrak prinsip netralitas, tetapi juga menjadi celah penyalahgunaan wewenang dan informasi. Sementara ancaman yang lebih besar, adalah; penyamaran intelijen asing dengan wajah Asia, penguasaan bahasa Indonesia, dan penggunaan identitas palsu sebagai jurnalis lokal.
Fenomena ini menandakan, potensi bahaya spionase informasi nasional yang dapat melemahkan ketahanan negara dari dalam.
Melihat urgensinya persoalan tersebut, kami menyerukan kepada pemerintah, Dewan Pers Indonesia, dan lembaga penegak hukum untuk segera membentuk ‘Tim Khusus Observer’ dan Verifikasi Status Keprofesian dalam tubuh insan Pers. Tim ini nantinya bertugas menjaring, menilai, dan mengungkap keberadaan agen-agen intelijen maupun ASN aktif yang menyamar sebagai jurnalis.
Tujuannya, jelas: ‘menjaga kemurnian profesi pers’, mencegah infiltrasi intelijen asing, dan memastikan bahwa suara media tetap independen, objektif, serta bebas dari intervensi kepentingan negara atau pihak luar.
“Pers harus merdeka, dari kepentingan kekuasaan dan bayang-bayang agenda tersembunyi. Pasalnya, saat jurnalisme dijalankan oleh mereka yang punya loyalitas ganda, maka publik tidak lagi menjadi tuan dari informasi.”
Kini saatnya insan pers bersatu, menyuarakan kembali ‘kode etik jurnalistik’ sebagai tameng, bukan hanya dari tekanan politik dan ekonomi, tetapi juga infiltrasi yang merusak dari dalam.(FC-G65)