BerandaDepokTerdakwa Kasus Cabul, Rudi Kurniawan Anggota DPRD Kota Depok...

Terdakwa Kasus Cabul, Rudi Kurniawan Anggota DPRD Kota Depok Menanti Vonis Hakim

Depok, SUARABUANA.com – Sidang perkara dugaan tindak asusila dan persetubuhan anak di bawah umur dengan terdakwa oknum Anggota DPRD Kota Depok, Rudy Kurniawan alias RK, memasuki sidang ke-15 di Pengadilan Negeri (PN) Kota Depok, Senin (22/9/2025).

Sidang beragendakan Replik atau tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), terhadap pledoi atau nota pembelaan kuasa hukum terdakwa Rudy Kurniawan pada pekan lalu.

Sebagaimana diketahui dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok tidak berubah pikiran atau tetap pada tuntutannya, yakni 13 tahun penjara terhadap perkara dugaan tindak asusila yang dilakukan Rudy Kurniawan (RK).

“Tadi Jaksa Penuntut Umum memberikan tanggapan terhadap pledoi yang kami sampaikan pekan lalu. Di dalam replik tersebut, jaksa menanggapi beberapa poin pledoi kami,” ujar Zaenudin Kuasa Hukum terdakwa RK kepada wartawan, Senin (22/9/2025).

Lebih lanjut Zaenudin menjelaskan adapun beberapa hal yang ditanggapi jaksa adalah pertama terkait bukti hasil visum et repertum korban. Di dalam persidangan itu, katanya jaksa tetap bersikukuh terhadap alat bukti yang dibuat oleh Penyidik Polres Metro Depok itu, dan digunakan sebagai alat bukti dalam kasus tindak pidana ini.

“Padahal dalam bantahan kami, hasil visum tersebut cacat materiil maupun formil. Formilnya saja sudah cacat, jadi dokter yang diajukan jaksa dalam melakukan visum et repertum itu tidak memenuhi spesifikasi. Tidak memenuhi kualifikasi sebagai dokter yang berhak atau berwenang,” kata Zaenudin.

Dikarenakan dokter yang melakukan visum adalah umum, kata Zaenudin. Menurutnya, secara Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) atau Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, yang berhak melakukan visum adalah dokter forensik.

“Bisa juga dokter umum. Tetapi dokter umum yang sudah punya spesifikasi atau punya sertifikasi, dan sudah mengikuti pelatihan-pelatihan tentunya,” ucap Zaenudin.

Dalam mengungkap perkara ini, Zaenudin turut menghadirkan saksi ahli dari dokter ahli forensik Rumah Sakit Universitas Indonesia (UI). Dan menurut dokter ahli forensik itu, dokter yang melakukan visum terhadap korban tidak memiliki kapasitas dalam hal tersebut.

“Artinya hasil visum et repertum yang dikeluarkan oleh dokter itu cacat formil. Kemudian terkait materiilnya, bahwa visum ini diambil setelah enam bulan tindak pidana yang diduga dilakukan, “ ungkap Zaenudin.

Sambungnya ia menyampaikan bahkan menurut dokter ahli forensik yang dihadirkan, jangka waktu enam bulan itu terlalu lama. Maka, artinya hasil visum yang disampaikan itu tidak memiliki kekuatan hukum.

Selain bukti hasil visum yang ditanggapi jaksa, Zaenudin menambahkan, bahwa Jaksa Penuntut Umum juga tetap bersikukuh terkait alat bukti selanjutnya yakni hasil dari pemeriksaan psikologi terhadap korban, oleh ahli psikologi yang disediakan Jaksa Penuntut Umum.

“Tapi menurut kami, di dalam pledoi kami itu. Kami terangkan bahwa yang melakukan tes psikologi ini juga tidak mempunyai spesifikasi untuk melakukan pemeriksaan psikologis. Kembali lagi, apabila cacat formil itu maka surat atau produknya juga tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Tidak bisa digunakan sebagai alat bukti,” tambah Zaenudin.

Menurutnya, Jaksa tidak memiliki cukup bukti-bukti yang kuat. Sehingga itu yang dijadikan dasar pada agenda sidang replik kali ini, meski hasil visum dan psikologinya dinilai kuasa hukum terdakwa cacat materiil dan formil.

“Jadi, Jaksa tetap pada tuntutan mereka. 13 Tahun penjara,” pungkas Zaenudin.

Selanjutnya, kata Zaenudin alat bukti yang ditanggapi jaksa, adalah bukti keterangan saksi dari E yang merupakan Ibu korban. Dikatakan bahwa Jaksa Penuntut Umum juga tetap bersikukuh terkait hasil keterangan saksi E terhadap kronologis kejadian atas dugaan tindak asusila yang dilakukan terdakwa RK.

“Menurut kami saksi E ini adalah saksi yang tidak bisa dijadikan saksi. Artinya keterangannya tidak bisa dijadikan saksi sesuai yang diatur KUHP. Jadi saksi E ini pertama keterangannya tidak konsisten, keterangannya tak berkesesuaian dengan keterangan-keterangan saksi lainnya. Termasuk keterangannya di sidang pra-peradilan yang menyatakan tak ada tindak pidana, semua itu rekayasa, “ katanya.

Sambungnya Zaenudin mengatakan namun saat pemeriksaan materiil di dalam pengadilan negeri, saksi E menyatakan bahwa kejadian tindak asusila itu terjadi. Ia menilai bahwa hal itu merupakan bentuk inkonsistensi seorang saksi, maka di dalam persidangan saksi-saksi tersebut tak bisa dijadikan sebagai saksi karena tidak konsisten.

“Jadi kalau di dalam KUHP itu ada pasal-pasal terkait memberi keterangan palsu. Dan terkait memberi keterangan palsu ini hukumannya berat di dalam KUHP. Jadi saksi E ini menurut kami memang sudah memberikan keterangan palsu di dalam pengadilan, apalagi sampai keterangannya memberatkan terdakwa padahal keterangannya ini tidak benar, “ kata Zaenudin.

Karena menurutnya, hal yang mendasari tidak benarnya keterangan seseorang saksi di pengadilan adalah bahwa keterangannya itu tidak berkesesuaian dengan kesaksian saksi-saksi lainnya.

“Jadi dari 16 orang saksi, berartinya 15 orang saksi lainnya yang dihadirkan jaksa seluruhnya itu tidak berkesesuaian dengan kesaksian saksi E ini. Juga tidak berkesesuaian dengan kesaksian yang dihadirkan penasihat hukum terdakwa, yaitu 9 orang saksi. Artinya hanya satu orang saksi keterangannya yang janggal, “ kata Zaenudin.

Meski sidang replik kali ini jaksa tetap bersikukuh pada tuntutannya. Dirinya beserta tim penasihat hukum terdakwa RK berkesimpulan bahwa jawaban replik jaksa itu tidak berdasar.

“Tidak beralasan, replik jaksa tidak beralasan. Makanya nanti dijadwalkan pekan depan, tadi disampaikan ketua majelis hakim bahwa sidang selanjutnya pada Senin, 29 September 2025 tak bisa dilaksanakan ditunda hingga 1 Oktober 2025 mendatang. Dengan agenda sidang duplik dari kami, penasihat hukum, “ tandas Zaenudin.

Ditempat terpisah Humas PN Depok saat dikonfirmasi terkait agenda Vonis terdakwa RK, mengatakan ” Sidang hari senin 22/9 kemarin agenda adalah pembacaan Replik dari Jaksa Penuntut Umum, kemudian sidang berikut nya 1/10 adalah Duplik dari terdakwa, selanjutnya barulah sidang pembacaan Vonis oleh Hakim yang memimpin jalannya persidangan ” ujar Andry Eswin. (Ndi)

suara buana
suara buanahttps://suarabuana.com/
https://suarabuana.com/