BerandaDaerah Khusus JakartaTangis Seorang Ibu Ketuk Langit Kekuasaan, Minta Presiden Prabowo...

Tangis Seorang Ibu Ketuk Langit Kekuasaan, Minta Presiden Prabowo Tegakkan Keadilan dan Berantas Mafia Tanah

Kuasa Hukum Ibu Dari Atmaja Bertekad Akan Desak Kapolri Gelar Perkara Khusus

JAKARTA, SUARABUANA.com
Perjuangan panjang seorang Ibu bernama Dari Atmaja (78thn) yang merupakan ahli waris almarhum D. Santono, pemilik sah lahan tanah seluas 17.000 m² dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 131 di Margajaya, Bekasi, Jawa Barat, sepertinya akan terus berkelanjutan melawan para oknum pelacur berkostum Aparat Penegak Hukum (APH) yang berkonspirasi jahat dengan para mafia tanah di negeri ini.

“Saya minta sama bapak-bapak Wartawan, minta bantuannya, tolong sampaikan kepada bapak-bapak penegak hukum di luar sana yang tau hukum, yang pinter hukum, tolong saya.. karena saya teraniaya terdzholimi sama mafia tanah yang jahat itu.. terus-menerus tidak henti-henti.. mulai suami saya meninggal tahun 1986 sampai sekarang, sampai saya sudah tua. Saya hanya pingin menikmati sisa-sisa hidup saya dengan peninggalan suami saya.. tolong sampaikan.. Syukur kalau sampai ke pak Presiden Prabowo. Karena, saya lihat beliau di TV dengan gagah selalu bilang, berantas mafia! Berantas Korupsi! Jadi saya pingin ditolong juga sama bapak Presiden Prabowo. Tolong.. saya seorang Ibu, tolong saya Pak Presiden!” ungkap Ibu Dari Atmaja dengan nada memelas.

Berdasarkan keterangan Kuasa Hukum Dari Atmaja,
walaupun sudah menang sampai tingkat Mahkamah Agung (MA), tanah milik ahli waris D. Santono itu masih belum juga dapat dinikmati lantaran menjadi objek permainan hukum para oknum mafia yang diduga melakukan penyerobotan dan kini malah jadi objek sengketa melawan para mafia yang menggunakan dokumen-dokumen palsu.

Upe Taufani Mokoagow, kuasa hukum Ibu Dari Atmaja, menyatakan kalau pihaknya tidak akan menyerah. Setelah upaya hukum di tingkat penyidikan kandas, karena keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), kini langkah hukum akan diarahkan pada gelar perkara khusus di Mabes Polri dan audiensi dengan Komisi III DPR RI.

“Ini belum akhir dari perjuangan kami. Kita akan pakai jalur audiensi dengan Komisi III dan juga akan meminta pada Kapolri untuk melakukan gelar perkara khusus agar penyelidikan bisa dilanjutkan di Mabes Polri. Mengingat ada indikasi kuat keterlibatan oknum dalam proses penyidikan sebelumnya,” beber Upe di depan kantor Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (19/6).

Upe juga membeberkan, kalau pihaknya mengalami ada kejanggalan, ketika penyidik Polda Metro Jaya hendak menyita barang bukti berupa akta jual beli dan girik yang diduga palsu. Alih-alih dibantu, penyidik justru menghadapi laporan tandingan dari pihak terlapor ke Bareskrim Polri.

“Mereka membuat laporan tandingan ke Bareskrim, bukan ke Polda. Sehingga kemudian Bareskrim malah membuat rekomendasi agar kasus ini di-SP3-kan. Padahal intinya kami hanya ingin agar akta jual beli itu di uji keasliannya lewat laboratorium forensik. Jadi mengapa keadilan harus terhenti oleh hal seperti ini?!” ujar Upe.

Pihak kuasa hukum Dari Atmaja itu menduga, ada skenario sistematis yang dilakukan oknum dengan sang mafia tanah untuk menggagalkan upaya penegakan hukum. Bahkan sertifikat sah milik kliennya pun bisa dibatalkan, hanya berdasarkan dokumen girik yang diduga dan diragukan keasliannya.

“Orang itu tidak beli tanah, tapi beli oknum. Kami akan mendesak Kapolri, Menteri ATR/BPN dan juga Presiden Prabowo agar benar-benar serius memberantas mafia tanah. Ini bukan cuma soal hak atas tanah, ini soal wibawa negara dan perlindungan hukum bagi rakyat terdzholimi,” tegasnya.

Kuasa hukum Ibu Dari Atmaja itu menyatakan, kalau pihaknya telah menyiapkan surat resmi untuk Kapolri, Komisi III DPR RI, Irwasum Polri, dan Karowasidik, guna mendorong dibukanya kembali perkara melalui gelar khusus atau praperadilan.

“Kami akan laporkan jika ada indikasi pelanggaran dari oknum penyidik, maupun pejabat BPN atau siapa pun yang terlibat. Dalam hal ini, Negara harus hadir untuk bisa melindungi rakyatnya dari para oknum dan kejahatan mafia tanah,” pungkas Upe.

Sementara, Ibu Dari Atmaja pun mengaku merasa heran terhadap keputusan hukum yang menolak gugatannya, padahal sertifikat sah sudah dia miliki sejak tahun 1971, sedangkan sang lawan akun-aku cuma bermodalkan girik tahun 1984 yang diragukan keasliannya.

“Saya menang di pengadilan, tapi tak bisa eksekusi. Kok bisa di negara ini begitu? Apa sertifikat itu tak ada artinya? Tolong saya, tolong sampaikan kepada bapak Prabowo,” tandasnya dengan nada lirih.

Kasus ini tentunya menjadi potret nyata, betapa masih saja banyak rakyat kecil yang harus berjuang keras hanya tuk mempertahankan hak milik yang sah di mata hukum, namun kerap kalah oleh permainan dokumen dan kekuasaan para oknum.

Kasus sengketa tanah yang dialami oleh Dari Atmaja (78 tahun), merupakan contoh nyata betapa rumitnya proses penegakan hukum di negeri ini. Terutama, ketika melibatkan oknum penegak hukum dan mafia tanah.

Kasus ini menunjukkan, bahwa; penegakan hukum di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan, terutama ketika melibatkan oknum penegak hukum dan mafia tanah. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya serius untuk memberantas mafia tanah dan meningkatkan kualitas penegakan hukum di Indonesia.

Prabowo Presiden harapan rakyat, pidatonya yang menggelegar untuk menegakkan keadilan buat rakyat bukan omon-omon. Karena, tangisan seorang Ibu, ditengah rakyat terdzholimi, adalah kegagalan dari kesungguhan seorang pemimpin! (FC-Goest)

suara buana
suara buanahttps://suarabuana.com/
https://suarabuana.com/