Pedamaran, Kabupaten OKI Sumatera Selatan –suarabuana.com – Penunjukan Sri Astuti, S.Pd, sebagai PLT Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) 5 Pedamaran kian menguat.
Dugaan pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 7 huruf c Tahun 2025 menjadi amunisi bagi para pengkritik, memicu perdebatan sengit tentang transparansi dan akuntabilitas dalam sistem pendidikan. Sri Astuti, dengan golongan III/b, kini berada di pusaran kontroversi yang menguji integritas proses penunjukan jabatan strategis di lingkungan pendidikan.Rokiin Mat Itar, representasi suara masyarakat Pedamaran, lantang menyuarakan kegelisahannya. Dalam keterangannya di depan tim Forum Wartawan Pedamaran (FWP), Rokiin menyoroti ketidaksesuaian penunjukan ini terutama mengacu pada Permendikdasmen Nomor 7 huruf c Tahun 2025. Baginya, ini bukan sekadar persoalan administratif, melainkan cerminan dari tata kelola yang berpotensi merusak fondasi pendidikan.
“Masa pengabdian yang belum memadai, ditambah dengan minimnya kompetensi manajerial, menjadikan kondisi sekolah semakin terpuruk akibat lemahnya pengawasan,” tegas Rokiin Selasa/23/09/2025 pukul 09:00 WIB Di kediamannya.
Ia menambahkan, penunjukan ini bukan hanya melukai tatanan kependidikan, tetapi juga mengindikasikan adanya praktik pemaksaan kehendak yang mengabaikan prinsip-prinsip meritokrasi.
Lebih jauh, Rokiin mengungkap fakta yang lebih mencengangkan, yakni adanya penolakan kolektif dari dewan guru SDN 5 Pedamaran terhadap sosok Sri Astuti. Aksi penandatanganan surat penolakan menjadi bukti nyata adanya penolakan yang terstruktur dan sistematis.
Namun, aspirasi para pendidik ini seolah terbentur tembok tebal birokrasi, tak mampu menggoyahkan keputusan yang telah diambil.
Menurut penelusuran lebih lanjut, Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025 huruf c secara spesifik mengatur tentang persyaratan kualifikasi dan kompetensi yang harus dipenuhi oleh seorang kepala sekolah.
Beberapa poin krusial yang diduga dilanggar dalam kasus ini meliputi masa kerja minimal sebagai guru, sertifikasi kompetensi kepala sekolah, serta rekam jejak kepemimpinan yang terbukti efektif dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Ancaman sanksi bagi pelanggaran terhadap Permendikdasmen ini pun tidak main-main. Mulai dari teguran lisan, teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat, hingga pencopotan dari jabatan sebagai kepala sekolah, semua opsi terbuka lebar jika terbukti adanya pelanggaran.
Ironisnya, upaya konfirmasi yang dilakukan oleh tim media Forum Wartawan Pedamaran (FWP) justru menemui jalan buntu. Sri Astuti, S.Pd, memilih membungkam diri, mengabaikan pesan WhatsApp yang dikirimkan, bahkan diduga melakukan pemblokiran terhadap nomor kontak wartawan. Sikap ini tentu menimbulkan tanda tanya besar, memicu spekulasi tentang adanya upaya untuk menutupi fakta yang sebenarnya.
Polemik ini bukan sekadar persoalan personal, melainkan menyangkut lembaga dari masalah yang lebih besar, yakni lemahnya pengawasan dan transparansi dalam proses penunjukan jabatan di lingkungan pendidikan. Masyarakat Pedamaran kini menuntut tindakan tegas dari pihak berwenang, mendesak dilakukannya peninjauan ulang terhadap penunjukan Kepala SDN 5 Pedamaran demi mewujudkan tata kelola pendidikan yang ideal, berlandaskan pada prinsip-prinsip keadilan, akuntabilitas, dan profesionalisme. Akankah aspirasi masyarakat ini didengar? Waktu yang akan menjawab.(FDTIM FWP)