Jakarta, Suarabuana.com –
Krisis multidimensi yang melanda Indonesia selama beberapa tahun belakangan ini semakin bertambah satu dimensinya usai Pemilu 2024 yang masih menyisakan aneka kontroversinya. Akumulasi carut marut pengelolaan negara selalu menjadi persoalan dalam transisi kekuasaan dari pemimpin sebelumnya ke pemegang tampuk selanjutnya. Akan semakin carut marut atau terjadi upaya anomali, tergantung visi kekuasaan yang baru.
Tahun 2025 bangsa ini pasca merayakan kemerdekaan Republik Indonesia ke 80, Indonesia yang sedang mengalami Krisis Multi dimensi dan Darurat Intoleransi, Wahabi, Khilafah Terorisme dan Korupsi kembali meletup Anarkisme yang mendomplengi Gerakan demonstrasi menyuarakan aspirasi, yang semakin menambah krisis dan ancaman bagi keselamatan rakyat dan bangsa Indonesia. Ratusan juta masyarakat penghuni bumi Nusantara khatulistiwa ini masih menyimpan aneka pertanyaan yang belum terjawab, akan dibawa kemana arah perjalanan bangsa ini? Pertanyaan dari seorang rakyat biasa akan berbeda dengan pertanyaan yang sama untuk kalangan elit kekuasaan yang dipercaya mengemudikan perahu bangsa berlayar.
Organisasi Kemasyarakatan Kebangsaan lintas agama, suku, budaya dan kebhinekaan Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB) menjadi salah satu organisasi yang konsisten mengawal pemerintah dari waktu ke waktu. Awak media berhasil menemui ketua umumnya AR Waluyo Wasis Nugroho atau yang akrab disapa Gus Wal di Jakarta untuk melakukan wawancara terkait kondisi bangsa pasca demonstrasi yang berujung kerusuhan dan Anarkisme akibat didomplengi oleh kelompok sarabpatinggenah Khilafah terorisme.
“Kita sebagai masyarakat biasa sedang dalam kondisi sedih sesedih-sedihnya. Arah bangsa ini ke depannya bagaimana sudah terbaca dengan jelas. Mereka akan melanjutkan kekuasaan dengan berbagai cara demi keberpihakan kepada kaum kapitalis yang berdiri di atas penderitaan rakyat” ujar Gus Wal penuh keprihatinan.
Kaum kapitalis yang dimaksud Gus Wal tak lain adalah para pengusaha dan konglomerat yang selama ini menguasai sumber daya alam (SDA). Kekayaan alam bangsa yang melimpah sesuai amanat UUD 45 untuk kemakmuran rakyat dan bangsa telah dimanipulasi secara terstuktur sistemik dan massif justru untuk kepentingan segolongan orang tertentu.
“Kita wajib bersyukur menjadi bangsa yang dianugerahi SDA melimpah, namun rasa syukur yang menjadi tanggungjawab kita kepada Alloh SWT Tuhan yang maha esa tidak sebanding dengan upaya eksplorasi ugal-ugalan yang dilakukan segelintir orang maupun kelompok yang berkolaborsi dengan oknum kekuasaan. Kasus salah kelola tambang timah, nikel, minyak bumi yang merugikan negara ribuan triliunan rupiah mustahil hanya dilakukan oleh mereka yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Negara ini sampai kecolongan sebesar itu yang pasti sudah menjadi sebuah sistem, bukan sekedar modus korupsi. Kita masyarakat miskin membayangkan negara sedang mendzolimi hak rakyatnya sendiri. Harga pangan yang semakin mahal terasa sekali di masyarakat bawah, bahkan untuk menunaikan kewajibannya membayar zakat masih banyak yang kesulitan.” lanjut Gus Wal pria nyentrik berambut panjang yang aktif turun ke jalan menyuarakan anti Intoleransi, khilafah, wahabi, radikalisme dan terorisme dengan kirab merah putih dan Istighotsah ngaji Pancasila di berbagai kota di berbagai Provinsi bersama PNIB.
Menurut Gus Wal akar pemasalahan bangsa ini menjadi gemar berkorupsi karena lemahnya peran dan kedaulatan pemerintah menjaga kepentingan aset nasional.
“Jangan hanya bangga dengan pembangunan infrastruktur yang gila-gilaan, tapi kita coba berpikir kritis. Kitalah yang sebenarnya membiayaai itu semua, namun kita tidak mendapatkan keadilan. Contoh paling nyata infrastruktur jalan tol. Lebaran 2024 yang lalu, masyarakat hanya mendapatkan tarif diskon 20% saja,namun jangan lupa sebelum lebaran tarif itu sudah merangkak naik tanpa kita sadari, sedangkan Di Malaysia yang notabene kekayaanya tak seberapa dibandingkan dengan Indonesia, pemerintah Malaysia berani menggratiskan semua jalan tol pada momentum mudik lebaran. Pemerintah kita masih belum mampu karena masih dalam kendali kekuasaan investor yang tidak ingin kehilangan pendapatannya serupiahpun. Kita bayar tol menggunakan kartu E-money pernahkah berpikir kemana larinya uang tersebut? Bukan ke bank-bank lokal yang menerbitkan kartu e-tol, tetapi masuk ke rekening investor asing yang membiayai infrastuktur tersebut. Bank lokal hanya jadi penyalurnya saja, tapi tidak punya hak, karena perjanjian pembiayaan asing memang begitu. Tragis bukan? jelas Gus Wal panjang lebar.
Pada sisi lain Gus Wal juga menyoroti masih maraknya paham Wahabi dan Khilafah yang masih bebas disebarluaskan di Indonesia. Ajaran Wahabi dan Khilafah menurut Gus Wal adalah ibu kandung paham yang melahirkan Intoleransi dan Anarkisme serta membuat gerakan Radikalisme Terorisme yang mengancam keamanan dan keselamatan rakyat dan bangsa Indonesia dimasa kini dan masa yang akan datang.
“Sekedar jadi bahan perbandingan saja, Malaysia sudah melarang ajaran Wahabi karena mereka paham bibit intoleransi, anarkisme, Radikalisme Terorisme, mereka muncul dari pemahaman keliru tentang agama tersebut. Mengapa kita masih belum mampu melarang ajaran tersebut, salah satu faktornya karena kita belum sepenuhnya paham arti kebhinekaan, perbedaan dan SARA. Para penentu kebijakan masih mempertimbangkan mayoritas dan minoritas sebagai hal sakral yang harus dipertahankan. Sementara dalam kubu mayoritas sendiri banyak perbedaan yang secara prinsip saling bertentangan, sudah saatnya menghilangkan istilah mayoritas minoritas, Saatnya Indonesia Yang Setara, Indonesia Tanpa Koma” lanjut Gus Wal.
Situasi sulit yang dialami bangsa ini bagi Gus Wal bukan jadi alasan untuk pesimis akan terjadinya perubahan mendasar. Gus Wal dan PNIB akan terus menyuarakan protes dengan kritik konstruktif dibawah naungan Konstitusi sebagai sisi keseimbangan.
Kami Sejak Dulu dan akan sampai kapanpun akan terus menyuarakan dan berjuang agar Bangsa Indonesia bebas merdeka dari Wahabi Khilafah yang melahirkan Intoleransi, Anarkisme Radikalisme Terorisme yang semakin massive berkembang di Indonesia yang menjadi ancaman nyata keselamatan rakyat dan bangsa, terang Gus Wal.
“Dalam situasi apapaun jangan berhenti beruara. Kami dan PNIB akan terus bergerak berjuang mengedukasi kesadaran masyarakat secara nyata Menggelorakan “NASAB” Nasionalisme dan Kebangsaan, Moderasi dan Toleransi Beragama serta memperkuat Tradisi Budaya Nusantara yang merupakan masa depan, Saatnya Indonesia Setara, Saatnya Indonesia Tanpa Koma. Kami yang sudah sadar terlebih dahulu punya tanggungjawab menyuarakan keadilan yang menjadi hak semua manusia tanpa bertanya apa agama dan sukunya. Karena sedetik kita berhenti bersuara, kita telah terjajah” pungkas Gus Wal di akhir wawancara. (AGUNG)