JAKARTA, SUARABUANA.com –
Perjuangan Ibu Dari Atmaja dan putranya Djoko Purnomo sebagai ahli waris D. Santono, belum juga usai. Pasalnya, mafia tanah yang dihadapi diduga kuat berkonspirasi dengan oknum pelacur berkostum Penegak Hukum didalam upaya mendapatkan keadilan memperjuangkan hak yang menjadi miliknya.
Berdasarkan kronologis lengkap, kasus sengketa tanah SHM No.131 di wilayah Bekasi Barat, bermula pada tahun 1971 dengan diterbitkannya Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 131 yang berlokasi di Bekasi Barat, Kelurahan Marga Mulya.
Tanah seluas 20.680 m² tersebut awalnya dimiliki oleh Haji Asmat bin Sabeqih dan pada tahun 1984 sebagian besar tanah tersebut, yaitu seluas 17.000 m², dibeli oleh Bapak D. Santono bersama istrinya (Ibu Dari Atmaja), sehingga menyisakan tanah seluas 3.680 m² yang belum dipecah kepemilikannya.
Permasalahan mulai muncul, setelah Bapak D. Santono meninggal dunia pada tahun 1986, di mana tanah sisa tersebut masih belum sempat dipecah.
Pada tahun 1995, ada oknum bernama Haji Ukar Endang yang mengklaim kepemilikan atas tanah tersebut dengan menggunakan AJB dan girik yang diduga palsu.
Tidak hanya mengklaim, Haji Ukar bahkan menjual tanah tersebut kepada pihak-pihak lain tanpa sepengetahuan ahli waris D. Santono. Menghadapi situasi tersebut, ahli waris D. Santono segera mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Bekasi.
Dalam proses hukum pertama, Pengadilan Negeri Bekasi mengabulkan gugatan ahli waris D. Santono. Kemudian, Haji Ukar mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi, namun ahli waris D. Santono kembali memenangkan perkara tersebut.
Tidak puas dengan keputusan tersebut, Haji Ukar mengajukan kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
Pada tahun 2002. Mahkamah Agung mengeluarkan putusan yang menolak kasasi Haji Ukar
dan memenangkan Ibu Dari Atmaja selaku ahli waris D. Santono. Putusan ini diperkuat pada tahun 2005 dengan keluarnya Fatwa Mahkamah Agung dari Bapak Bagir Manan yang menyatakan bahwa PK661 MA telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) dan tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan.
Berdasarkan putusan tersebut, Pengadilan Negeri
mengeluarkan surat eksekusi untuk pembongkaran bangunan di atas tanah sengketa.
Pada tahun 2003, orang yang sama yaitu Haji Ukar menggugat kembali dengan menggunakan surat lain yang juga diduga palsu (AJB maupun giriknya).
Dalam proses hukum ini semenjak 2003-2005 (PN 2003, PT 2004, Putusan MA 2005 Haji Ukar menang), ahli waris D. Santono tidak pernah menerima undangan sidang, yang diduga terindikasi adanya ketidak beresan dalam proses peradilan. Akibatnya, pihak Haji Ukar berhasil memenangkan perkara hingga tingkat Pengadilan Tinggi. Bahkan yang sangat mengejutkan, pada tahun 2014, BPN Bekasi mencatat proses pembatalan SHM 131 atas nama D. Santono berdasarkan putusan pengadilan dari Haji Ukar, meskipun notabene telah ada dua putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Hal itu mendorong ahli waris D. Santono, untuk mengajukan laporan pidana ke Polres Bekasi dengan Pasal 263 dan 266 KUHP. Namun ironisnya, laporan tersebut di-SP3 pada tanggal 29 Februari 2020 dengan dalih tidak cukup bukti.
Tidak menyerah dengan situasi tersebut, pada tanggal 30 Oktober 2023, Ibu Dari Atmaja
kembali melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan (Pasal 167, 263, 264, dan 266) ke Polda Metro Jaya. Laporan ini ditangani oleh Subdit 3 Harda Bangtah dan penyidikan telah mencapai
tahap penyitaan barang bukti. Juga, sudah ada surat perintah penggeledahan dan surat penetapan sita barang bukti dari PN Bekasi.
Dalam perkembangannya, pada tanggal 19 Juni 2024, Haji Jamal selaku ahli waris Haji Ukar justru melaporkan balik ke Mabes Polri (pasal memberi keterangan palsu). Dalam proses penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya,
ditemukan tanda terima yang menunjukkan bahwa barang bukti telah dititipkan ke Bareskrim.
Pada tanggal 24 Oktober 2024, diadakan gelar perkara khusus di Rowa Ssidik Bareskrim Polri
yang diundang penyidik Polda Metro Jaya dan ahli waris D. Santono (ibu Dari Atmaja) sebagai terlapor dari laporan polisi di Direktorat Kriminal Umum Mabes Polri oleh Haji Jamal. Setelah gelar perkara tersebut yang dilaksanakan oleh Rowa Ssidik, merekomendasikan untuk laporan pidana yang dilaporkan ibu Dari Atmaja di Polda Metro Jaya untuk dihentikan atau di-SP3.
Perlu dicatat, bahwa; dalam berita acara pemeriksaan atau BAP oleh penyidik Polda Metro Jaya kepada saksi-saksi terlapor maupun saksi pelapor ditemukan beberapa fakta penting, yakni:
1. Girik yang digunakan oleh Haji Ukar untuk persidangan PN, PT maupun PK rentan waktu 2003-2005 tidak ditemukan atas nama Haji Ukar dalam buku warqah.
2. Nomor girik tersebut ternyata adalah milik orang lain di desa yang berbeda atas keterangan lurah juga camat yang menjelaskan.
3. Ditemukan indikasi pemalsuan tanda tangan ahli waris.
4. AJB yang digunakan tidak terdaftar atau terdaftar atas nama orang lain.
Saat ini, penyidik Polda telah melayangkan surat per tanggal 18 Oktober 2024 kepada Kapolri (ditujukan kepada Kabareskrim) untuk meminta pinjam pakai surat yang akan disita sebagai
barang bukti. Dokumen-dokumen tersebut perlu diserahkan untuk dilakukan uji laboratorium
guna memastikan keabsahannya.
Berdasarkan kronologis di atas, kami selaku ahli waris D. Santono (Ibu Dari Atmaja) memohon kepada pimpinan Polri agar:
1. Surat AJB dan girik yang akan disita dapat diserahkan kepada penyidik Polda untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
2. Kasus ini dapat diusut secara tuntas demi tercapainya keadilan.
3. Mempertimbangkan bahwa kasus ini telah berlangsung sejak 1984 dan telah sangat merugikan ahli waris yang sah.
Demikian, kronologis yang disampaikan dari Ahli Waris D. Santono, kepada awak media saat dijumpai di wilayah Jakarta Selatan, Rabu (18/6-2025), dengan didampingi kuasa hukumnya. (FC-G65)