PANDANGAN HUKUM
Praktisi Hukum Djaenal Idris (djay) ketika ditemui awak media di LBH Master Indonesia jalan Margonda Kota Depok, menyampaikan
terkait berita viral di beberapa media sosial dugaan seseorang penjual secara tidak langsung ( reseller) menjadi terdakwa atas adanya laporan seseorang.
Sebagai seorang Advokat seyogyanya jeli dalam menganalisa sebuah kasus, atau katakanlah kasus yang sedang ditangani. Apakah itu kasus perdata ataupun kasus pidana atau kasus kasus hukum lainnya.
Djay berpendapat bahwa dalam hukum pidana seseorang dapat dinyatakan bersalah apabila telah terpenuhi bukti permulaan yang cukup dan keterangan saksi.
Pada dasarnya pembuktian hukum pidana esensinya adalah menguji kebenaran materil, artinya secara substansi pokok persoalan harus diuraikan secara terang dan jelas, siapa pelakunya dan adakah perannya serta siapa saja pihak-pihaknya, dan yang paling penting adalah kesalahan yang melekat pada dirinya, tidak boleh menegakan hukum dilakukan dengan cara pengkaburan fakta hukum karena pada asasnya
IN CRIMINALIBUS, PROBATIONES BEDENT ESSE LUCE CLARIORES : DALAM HUKUM PIDANA, BUKTI HARUS LEBIH TERANG DARI CAHAYA artinya bukti merupakan hal yang fundamental harus ada, karena tanpa bukti suatu peristiwa hukum tidak akan dapat menjadi terang dan jelas
Dapat kita ketahui bersama dalam konteks Hukum Pidana Materil esensi penerapan Pasal 378 KUHP adalah harus adanya keadaan yang tidak sejatinya dan atau serangkaian kebohongan tipu muslihat, kita ambil sebuah contoh salah satu kasus apabila seseorang yang hanya sebagai Resseller menjalankan bisnisnya secara nyata tanpa adanya menggunakan martabat palsu maupun serangkaian kebohongan maka unsur inti dalam pasal 378 KUHP tidaklah terpenuhi, lebih lanjut pasal 372 KUHP yang menjadi esensinya adalah ada nya perbuatan memiliki barang/benda secara melawan hak, sebagian atau seluruhnya, dalam konteks ini djay perpandangan bahwa jika seseorang yang sama sekali tidak memiliki barang yang menjadi obyek dugaan penggelapan baik sebagian atau seluruhnya maka hal tersebut tidak lah dapat dikualifikasikan dengan perbuatan penggelapan” Jelas
Djay.
Masih menurutnya bahwa berpandangan hukum itu ada logikanya yang dapat diuji dengan terang dan jelas jika seseorang hanya sebagai reseller telah mengorder barang kepada orang lain, namun justru orang tersebut yang tidak merealisasikan barang yang telah dipesannya maka sejatinya subyek hukum yang dapat dimintai pertanggung jawaban hukum adalah orang tersebut bukan diri terdakwa, sekalipun terdakwa dapat dijerat pidana, maka harus menggunakan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, namun penerapan pasal 55 ayat (1) ke-1 tersebut Harus terang sebagai subyek hukum apa? Apakah sebagai pleger atau doen plegen atau mede plegen. Harus teruraikan dengan terang dan jelas, Jika kerjasama tersebut antara terdakwa dan orang tersebut tidak tergambar dalam peran maupun perbuatannya, maka terhadap terdakwa tidak dapat juga dijerat dengan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sehingga pertanggungjawaban murni melekat kepada orang lain tersebut selaku pelaku tindak pidana, ini logika hukumnya”,ujarnya.
Masih dengan Pendapat dan pandangannya. Djay menyampaikan seorang terdakwa di hadirkan dimuka persidangan adalah untuk di adili bukan untuk dihukum sehingga kebenaran materil untuk menemukan ada tidak nya kesalahan bagi diri terdakwa haruslah mutlak adanya. Berdasarkan Teori Kesalahan dan ASAS GEEN STRAF ZONDER SCHULD adalah TIDAK ADA PIDANA TANPA KESALAHAN’’ ARTINYA JIKA PADA SEORANG PEMBUAT TINDAK PIDANA TIDAK DITEMUKAN ADANYA KESALAHAN MAKA TIDAK DAPAT MENJATUHKAN PIDANA TERHADAPNYA kesalahan merupakan syarat untuk memidanakan seseorang artinya untuk menerapkan seseorang telah melakukan tindak pidana. Maka harus ditemukan ada nya kesalahan yang dilakukan oleh pelaku delik, jika tidak ditemukan adanya kesalahan maka terhadap pelaku delik tidak dapat dipidana dan tidak dapat dimintai pertanggung jawaban hukum.
Berdasarkan adagium hukum JUDEX DEBET JUDICARE SECUNDUM ALLEGATA ET PROBATA : seorang hakim harus memberikan penilaian berdasarkan fakta-fakta dan pernyataan, Berdasarkan Yurisprudensi MA No.33K/MIL/2009 salah satu pertimbangannya menyebutkan bahwa jika terjadi keraguan-keraguan apakah terdakwa salah atau tidak, maka sebaiknya diberikan hal yang menguntungkan bagi terdakwa yaitu dibebaskan dari dakwaan (Asas In Dubio Pro Reo) ”jelas Djay.
Dalam kesempatan terpisah, djay berpendapat terkait bahwa seorang advokat seyognya berdiri berlandasan oficium nobile. Hukum terus berkembang mengikuti zaman. “Oleh karena itu para pencari keadilan seyogyanya harus terus mengikuti perkembangan nya dengan terus mengupdate pemahaman dan pengetahuan serta memiliki insting pandangan dan pembendaharaan hukum dalam menyikapi setiap permasalahan secara komprehensif serta utuh, sehingga berkedudukan sebagai para pencari keadilan benar benar dapat mengedepankan serta menyuarakan keadilan,”Tutup djay.
( Dok)