Depok, SuaraBuana.com_Atmosfir langit Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif belum usai, rakyat akan diramaikan lagi dengan kontestasi politik “pemilihan kepala daerah serentak” (pilkada). Banyak calon yang berkualitas diusung partai politik, mereka dipilih dari kader atau sosok terbaik dilihat dari berbagai aspek. Beberapa kualifikasi yang dipatok biasanya perihal elektabilitas yang cukup tinggi, integritas, dan kapabilitas. Bagi rakyat yang memilih terkadang standar itu menjadi bias ketika politik transaksional tidak bisa dihindari, money politik, hegemony partai politik, sampai isu politik identitas terkadang menjadi domancy enzyme yang menghambat munculnya kader-kader terbaik calon pemimpin.
Depok adalah kota yang sering dijadikan salah satu barometer nasional dalam kontestasi politik. Sebagai kota penyangga Jakarta, yang memiliki populasi pemilih cukup besar berdasarkan pencocokan dan penelitian KPU kota Depok ada sekitar 1.424.656 pemilih untuk pemilih Pilkada. Tingkat partisipasi politik rakyat pad pilpres biasanya akan berbeda dengan Pilkada, tingkat partisipasi Pilkada biasnya di bawah 70%. Apatisme masyarakat terhadap Pilkada cukup beragam dari mulai aspek psikologis dari pemberitaan media, turunnya sense of urgent karena frustasi dengan imbas Pilkada terhadap kehidupan secara langsung. Tentu berbagi alasan akan sangat variatif di berbagai latar belakang masyarakat, baik gender, tingkat Pendidikan, strata sosial, umur dn lain sebagainya.
Berbagai harapan muncul dari rakyat kota depok terhadap Pilkada serentak 2024, terkait dengan penyelesaian permasalahan klasik kota Depok, seperti masalah lalulintas, sampah, pemerataan lapangan kerj, repitalisasi setu, rekontruksi alur sungai kecil maupun besar seperti Ciliwung, keamanan, serta pelayanan birokrasi yang bersih dan efisien. Dalam hal ini, masyarakat kota Depok merindukan kehadiran sosok pemimpin yang bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Memang tidak mudah mengakumulasi berbagai keinginan masyarakat menjadi sebuah program pembangunan daerah yang akomodatif, namun paling tidak nantinya pemimpin yang terpilih dapat memahami kebutuhan masyarakat yang tidak hanya fokus menata etalase kota, akan tetapi menyentuh hingga ke pelosok kota Depok.
Kegagalan membangun biasanya Diwali dari gagalnya mendefinisikan kotanya, sehingga sulit untuk mengetahui langkah dasar bagi pembangunan, sebagai gambaran pada era orde baru, pemerintah menstate Indonesia sebagai negara agraris, maka negara mempersiapkan instrumen bernegara dari mulai visi, misi, tujuan, strategi untuk mencapai definisi tersebut. Yang paling gampang dilihat adalah dari garis besar haluan negara sebagai state of mission, termasuk di dalam nya setting of gaols dan strategi pencapaian. Cerminan yang paling jelas dapat dilihat dari state expenditire atau APBN. Lantas bagaimana dengan car membangun padaskala yang lebih kecil seperti kota?, rasanya tidak salah kalau kita membuat skema benchmarking dengan cara membangun negara di masa orde baru. Butuh pemikiran jernih yang terbebas dari pengaruh stignatisasi terminologi “orde baru” yang sering dijadikan jargon politik kelompok yang ingin mendeklair dirinya reformis pada kontestasi nasional.
Untuk itu penting menggali informasi yang sedalam-dalamnya tentang daerah secara holistik, lalu mendefinisikan kota dengan baik dan membuat visionary statement dengan misi yang jelas dan setting goal yang rasional serta strategi pencapaian yang terukur. Penulis sebagai bagian dari warga masyarakat kota Depok berharap Pilkada serentak 2024 di kota Depok berjalan lancar dan menghasilkan pemimpin baru yang paripurna, Soleh, bersih, akomodatif dan visioner. (AGUNG)
Oleh : DKS. Nugraha