Cikarang, Suarabuana.com –
Kebijakan pemberian makan siang bergizi gratis yang dicanangkan pemerintahan Presiden Prabowo disambut baik oleh masyarakat. Namun dalam rencana program tersebut menimbulkan banyak polemik di masyarakat, khususnya perihal penyediaan bahan baku yang lebih banyak impor. Dampak serius atas kebijakan impor tersebut menimpa para petani, peternak dan pelaku usaha lokal karena produk mereka tidak sama dengan produk impor.
“Kami dukung program makan siang bergizi gratis, namun menolak impor bahan baku yang berdampak terpuruknya produk lokal. Mereka para petani dan peternak seharusnya ditingkatkan produksi dan produktifitasnya, bukan malah ditolak dan penurunan kapasitas produksinya karena kebijakan impor” kata Gus Wal selaku ketua umum PNIB menanggapi polemik yang terjadi.
PNIB merasa prihatin dengan beberapa kejadian gabah petani turun harganya dan susu peternak ditolak pabrik pengolahanya dengan alasan ketersediaan sudah dipenuhi dari hasil impor. Jika ini tidak disikapi dengan bijaksana dan sesegera mungkin, maka akan menimbulkan kerawanan sosial.
“Produk lokal adalah urat nadi perekonomian di daerah, tidak semestinya dihadapkan dengan produk impor yang membanjiri gudang-gudang Bulog, apalagi jika produk produk impor pajak masuknya rendah bahkan tidak dikenakan pajak masuk sama sekali, seharusnya barang import dinaikkan pajaknya demi keberpihakan kepada petani dan peternak lokal.
“Jangan sampai makan siang gratis namun makan pagi dan malam rakyat justru menjadi sulit karena tidak uang dari hasil pertanian dan peternakan”.
Presiden Prabowo kami yakini sangat paham kondisi di masyarakat, kebijakan makan siang gratis yang sangat bermanfaat akan banyak mudharotnya jika bahan bakunya berasal dari import lebih baik dikaji ulang lagi terkait kebijakan import bahan baku pangan untuk program makan siang gratis, lanjut Gus Wal.
PNIB juga meminta kepada Presiden untuk meninjau ulang dan membatalkan kenaikan PPN 12% yang dikhawatirkan akan memicu terjadinya kemunduran ekonomi, semakin meningkatkan rendahnya daya beli, resesi ekonomi dan ditakutkan akan banyak membuat industri serta umkm kolaps hingga akhirnya terjadi phk masal, meningkatnya angka pengangguran dan memperburuk ekonomi rakyat dan bangsa.
Kemiskinan dan keterpurukan rakyat akan melahirkan kekecewaan dan kerawanan sosial. Menurut PNIB kondisi ini menjadi celah paham Trans Nasional Wahabi Khilafah Terorisme dari luar negeri yang tidak setuju NKRI BerPancasila Bhinneka Tunggal Ika akan semakin masive mempengaruhi masyarakat.
“Rakyat yang kesulitan ekonomi, menderita didatangi kaum sarabpatigenah terorisme Wahabi Khilafah dengan berjubah Agama akan mudah sekali didoktrin menjadi bersikap dan menjadi kelompok mereka yang intoleransi. Mereka kemudian hanya fokus janji surga dan wajib hukumnya berjuang melawan negara yang dianggap Thogut. Dampak ini barangkali tidak bisa dirasakan hari ini, namun di masa datang jumlah pengikut intoleransi, radikalisme Terorisme semakin membesar akibat kekecewaan pada pemerintahan Presiden Prabowo” lanjut Gus Wal.
“PNIB tidak bosan mengingatkan akan bahaya laten kelompok Wahabi, khilafah yang mencuri kesempatan memprovokasi masyarakat. Meskipun kondisi negara sedang tidak baik baik saja, namun bukan menjadi alasan untuk membenci bangsa ini. NKRI milik kita bersama dan harus kita bangun dan jaga bersama dari bahaya laten wahabi Khilafah radikalisme Terorisme yang dihari hari ini selain menyebarkan pahamnya juga massive secara terstruktur dengan memalsukan, mencuri dan merampok sejarah serta perdaban asli bangsa Indonesia” pungkas Gus Wal. (AGUNG)