Jakarta, suarabuana.com – Pemerintah untuk berhati-hati dalam merilis data angka kematian akibat COVID-19 secara nasional. Pemerintah harus jujur dan transparan agar proses penanggulangan COVID-19 di Indonesia dapat dilaksanakan secara tepat. Permintaan itu disampaikanAnggota DPR RI Mulyanto, Selasa, (08/09/2021)..
“Pemerintah jangan main-main soal data COVID-19, karena ini merupakan pandemi global, dimana setiap data yang dipublikasikan di suatu negara disorot dan dijadikan acuan oleh negara lain. Ini bukan semata-mata soal transparansi jumlah korban jiwa akibat COVID-19, tapi juga menyangkut nama baik bangsa Indonesia di mata dunia internasional. Jangan sampai dunia menganggap Indonesia tidak jujur terkait data kematian COVID-19,” katanya di Jakarta.
Mulyanto menyatakan pemerintah merilis data kematian akibat COVID-19 per-tanggal 5 September 2021 sebanyak 135.861 jiwa. Namun, The Economist memperkirakan data kematian akibat COVID-19 di Indonesia lebih besar lagi yaitu 280 ribu hingga 1,1 juta orang atau 500 persen dari angka resmi pemerintah.
Selain itu kata Mulyanto, beberapa hari sebelumnya Pemerintah Malaysia juga mempertanyakan penurunan jumlah penyebaran dan kematian akibat COVID-19 di Indonesia. Pemerintah Malaysia merasa heran data terkait COVID-19 yang disampaikan Pemerintah Indonesia lebih rendah dari Malaysia. Padahal sebelumnya jumlah kasus COVID-19 Indonesia lebih tinggi dari Malaysia.
Mulyanto mengungkapkan data lapangan, terutama di perdesaan, ada kecenderungan kematian COVID-19 ditutupi sebagai kematian biasa. Masyarakat kata dia, tidak ingin penanganan jenazah korban termasuk penguburannya menjadi berbelit-belit. Jadi memang cukup masuk akal kalau data kematian COVID-19 yang disajikan pemerintah lebih kecil dari angka yang sesungguhnya.
“Persoalan akurasi data adalah masalah yang klasik, hampir di berbagai sektor terjadi. Namun demikian, terkait perbaikan data kematian COVID-19 perlu mendapat perhatian serius pemerintah. Salah data bisa salah kebijakan dan strategi,” ucap Mulyanto menegaskan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi selaku Koordinator PPKM Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan mengakui pemerintah masih mengharmonisasi data angka kematian untuk bisa kembali digunakan sebagai asesmen level PPKM. Indikator kematian dikeluarkan sementara sejak minggu lalu untuk dilakukan perbaikan-perbaikan, terutama dalam hal pelaporan sehingga akurasi bisa lebih baik.
“Terkait indikator kematian, saya perlu tegaskan bahwa kita tidak mengeluarkan indikator kematian secara permanen dalam evaluasi level PPKM di Jawa-Bali. Sama sekali tidak. Kami sedang mengharmonisasi data ini atau cleansing data ini sehingga kita harapkan dalam minggu depan itu akan bisa kita umumkan kembali,” katanya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Senin malam.
Ia mengemukakan satu contoh ketidakakuratan data yang terjadi, di mana pada 10 Agustus 2021, ada satu kota yang angka kematiannya melonjak berkali-kali lipat.Ternyata, diketahui bahwa angka kematian tersebut 77 persennya berasal dari periode Juli dan bulan-bulan sebelumnya.
“Kasus seperti ini banyak kita temukan di kota/kabupaten lain. Namun, dalam 1-2 minggu ke depan perbaikan data dan pelaporan ini selesai sehingga indikator kematian ini akan masuk kembali dalam asesmen level PPKM,” katanya.
Wakil Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) itu menuturkan dalam penerapan perpanjangan PPKM pada 17-23 Agustus 2021, terdapat tambahan delapan kabupaten/kota yang turun ke level 3. Dengan demikian, total kabupaten/kota yang masuk dalam level 3 dan 2 mencapai 61 kabupaten/kota. keputusan ini akan dituangkan dalam Instruksi Mendagri secara lebih mendetai.(ahp/ant)