Jakarta, SUARABUANA.com — Ada event kesenian berlangsung di Gedung Perpusnas RI kemarin. Pameran Lukisan bertajuk “Gelora Warna Warni Indonesia: dari Semangat Sumpah Pemuda dan Nilai Kepahlawanan” telah dibuka secara resmi di Lantai 4 Gedung Perpustakaan Nasional, Jl Medan Merdeka Selatan 12, Jakarta Pusat pada Senin (27/10/2025). Hadir dalam memberikan sambutan di acara pameran ini adalah Pustanto Suhartono, mantan Kepala Galeri Nasional.

Pameran lukisan ini diinisiasi oleh Gupenusa (Guyup Pelukis Nusantara), sebuah perkumpulan komunitas pelukis yang diketuai oleh Eddy Kamal. Bertindak sebagai Ketua Panitia penyelenggara acara Pameran adalah Sigit Wicaksono.
Dalam pidato sambutannya Pustanto menekankan tentang pentingnya seni sebagai media ekspresi, dimana seni lukis dipandang sebagai sarana penting untuk menyampaikan ide gagasan, perasaan dan pesan-pesan moral kepada masyarakat. Beliau juga menyampaikan apresiasi terhadap para seniman yang telah berpartisipasi dan berkontribusi dalam pameran ini.

Lebih lanjut Pustanto juga mengapresiasi penyelenggaraan ajang pameran lukisan yang rutin diadakan Gupenusa, dalam melestarikan serta mempromosikan karya seni dan budaya anak bangsa. “Harapan kedepannya bagi masyarakat, terutama generasi muda termasuk Gen Z dan kaum Millenial, agar dapat mengambil nilai-nilai positif dari karya seni yang dipamerkan, seperti nilai persatuan dan karakter bangsa. Apalagi momentumnya sangat tepat di saat ini, dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda dan Hari Pahlawan yang waktunya sudah dekat”, pungkas Pustanto mengakhiri kata sambutan.
Senada dengan Pustanto, di acara yang sama Ketua Gupenusa, Eddy Kamal menyampaikan bahwa Pameran Lukisan kali ini diikuti oleh 98 pelukis dari berbagai daerah di Indonesia. Aliran lukisan mereka beragam, mulai dari naturalist, hyper-realist, surrealist, sampai abstrak-ekspresionisme. Tetapi Eddy berharap bahwa para pelukis tidak terkungkung oleh aliran lukisan masing-masing, Bahkan ia berharap akan lahirnya aliran tersendiri yang lahir dari pameran Gupenusa, ujarnya berseloroh.
Lebih lanjut Eddy menjelaskan bahwa konsep pameran ini tidak mengkotak-kotakkan antara pelukis senior dan pelukis junior. Untuk diketahui, mayoritas pelukis yang ikut serta dalam pameran ini adalah angkatan 70-an dan 80-an. Tetapi ada juga beberapa pelukis muda generasi milennial yang ikut serta. Eddy berharap agar para pelukis muda dan angkatan senior dalam pameran ini, bisa saling menginspirasi dan mendukung, bisa saling belajar dan menimba ilmu. “Yang junior bisa belajar ke yang senior, yang senior juga bisa memberi saran dan masukan untuk karya-karya adik junior mereka”, ujar Eddy berharap.
Terkait dengan tema Hari Sumpah Pemuda, Eddy berharap agar para pelukis muda generasi millenial, bisa tetap eksis menekuni profesinya. Seorang pelukis akan lebih dikenal bilamana memiliki ciri khas dan jati diri dalam setiap karya-karyanya. Jati diri dan ciri khas tersebut diperoleh melalui ketekunan, sabar dalam menekuni profesi pelukis selama bertahun-tahun.
Ditanya mengenai sebaran geografis asal daerah para pelukis, Eddy mengatakan bahwa pameran kali ini mewakili 50% kehadiran pelukis dari Sabang sampai Merauke. “Memang tidak setiap provinsi ada pelukis yang mewakili, tapi paling tidak ada perwakilan dari Indonesia bagian Barat, Tengah dan Timur”, ujarnya menjelaskan.
Eddy juga menyinggung tentang komunitas pelukis “Subada”, yang merupakan komunitas pelukis remaja Jakarta era tahun 70an dan 80an. Komunitas Subada ini digagas oleh Eddy dan Giok Eng, yang mana mereka berdua sudah aktif menyelenggarakan pameran sejak dari dulu. Giok Eng sendiri berharap agar eksistensi komunitas ini jangan sampai mati atau berhenti. Dirinya berkata bahwa sejarah mencatat era kebangkitan seni lukis di Jakarta, dipelopori salah satunya oleh komunitas pelukis remaja tersebut.
Terkait dengan issue sebaran geografis, awak media juga berhasil mewawancarai salah seorang pelukis wanita asal Kupang, NTT, bu Apry Messah. Walaupun sudah lama bermukim di kota Bogor sejak era 90-an, Apry masih tetap menjalin komunikasi yang cukup intensif dengan rekan-rekan pelukis di daerah asalnya.
Menurut penuturan rekan-rekannya di Kupang, memang banyak komunitas pelukis yang terbentuk disana. Ditengah keterbatasan kemampuan ekonomi sementara harga perlengkapan melukis yang dirasa cukup mahal, komunitas mereka masih mampu untuk bertahan.
Tantangan lainnya adalah minimnya pasar yang menampung hasil karya mereka, mengingat jumlah kolektor yang sangat sedikit kalau tidak bisa dibilang tidak ada. Ditambah lagi faktor jarak yang cukup jauh dari pusat kesenian di Jakarta, sehingga harga lukisan yang berkualitas menjadi lebih mahal disana dibandingkan Jakarta.
Beruntung ada 2 event pameran yang pernah diselenggarakan di Atambua dan Dilli, Timor Leste. Jaraknya lebih dekat karena bisa ditempuh melalui perjalanan darat. Walaupun menurut Apry masih dirasakan minimnya dukungan dari Dinas pemerintahan Pemda terkait, semisal Dinas Koperasi usaha kecil menengah, maupun Disporyata Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan pariwisata.
Bertindak sebagai kurator pameran adalah bu Yen Iskandar dan Karenina. Untuk diketahui, bilamana ada pengunjung pameran yang tertarik dengan sebuah lukisan dan ingin membeli, dapat menghubungi bu Yen Iskandar, Karenina, Eddy Kamal dan Sigit Wicaksono. Yen Iskandar menjelaskan untuk tiering komisi penjualan, dimana penjualan lukisan berharga dibawah 5 juta, panitia akan mendapatkan 10%. Range antara harga 5 juta s/d 15 juta, panitia akan mendapatkan komisi 20%. Sementara untuk lukisan berharga 15 juta keatas, panitia akan mendapatkan komisi sebesar 30%.
Berdasarkan pantauan awak media, secara keseluruhan lukisan-lukisan di pameran ini terlihat cukup menarik dan cocok untuk dipajang di berbagai jenis ruangan. Bisa untuk dipajang di rumah, ruang kerja, atau mungkin di beberapa tempat publik seperti rumah sakit dan hotel.
Untuk acara Pembukaannya secara keseluruhan berjalan lancar dan sukses tanpa hambatan yang berarti. Acaranya sendiri berlangsung hangat penuh suasana kekeluargaan, diselingi dengan sesi foto bareng dan bincang-bincang santai. Baik antara sesama pelukis maupun dengan para pengunjung. (Irfan)



