Jombang, Suarabuana.com_
Kasus penolakan kenaikan Pajak Bumi Bangunan (PBB) merebak di berbagai daerah. Berujung pada aksi demo yang mengganggu stabilitas sosial keamanan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan dituduh tidak berpihak kepada rakyat, hanya fokus menarik pajak sebesar besarnya untuk menutup defisit anggaran negara.
Ormas lintas Agama, Suku, budaya, tradisi Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB) melalui ketua umumnya AR Waluyo Wasis Nugroho (Gus Wal) pada rabu 20 Agustus 2025 (20/08/2025) angkat bicara terkait polemic pajak yang berujung penolakan kenaikan PBB secara massif. PNIB menganggap persoalan pajak adalah bom waktu yang telah lama ada dan mengancam keutuhan bangsa jika kemudian meledak.
“Negara punya kewajiban membayar hutang ratusan triliun, sementara kas negara dalam status defisit. Artinya pemerintah tidak memiliki uang cukup untuk membiayai roda pemerintahan. Alternatifnya adalah dengan melakukan permohonan hutang baru ke luar negeri atau menaikkan pajak. Faktanya pemerintah memilih opsi kedua sebagai solusi praktis meskipun dampaknya sangat terasa di masyarakat” ungkap Gus Wal kepada awak media.
Menaikkan PBB berkali lipat di tahun ini dipilih dengan target masyarakat pedesaan yang banyak memiliki lahan selama bertahun-tahun menunggak pajak.
“Masyarakat pedesaan pemilik lahan menunggak pajak bukan karena tidak mau membayar, tetapi sebagian besar memang tidak mampu. Lahan yang dimanfaatkan untuk pertanian lebih banyak merugi dan hanya cukup untuk bertahan hidup. Komoditas pertanian yang kalah dengan banjir impor menjadikan para petani menangis di lumbung padi sendiri. Dalam situasi sulit justru kini dihadapkan pada tagihan pajak PBB yang naik berlipat. Inilah yang menjadi alasan penolakan pajak meledak belakangan ini diberbagai daerah” lanjut Gus Wal.
Di kegelisahan masyarakat muncul polemic kebijakan kementrian pertanahan yang mengancam menyita lahan warga yang tidak dimanfaatkan atau menunggak pajak. Menurut Gus Wal jika kebijakan itu benar dilaksanakan adalah sebuah bentuk pendzoliman negara kepada masyarakat.
“Masyarakat ditakut-takuti dengan ancaman penyitaan lahan mereka oleh Menteri ATR BPN agar mereka segera melunasi tagihan pajak. Menteri yang tidak pernah blusukan ke pelosok hanya duduk di depan meja tidak pernah paham fakta di masyarakat” tegas Gus Wal
PNIB sebagai bagian dari partisipasi masyarakat mengawal kebijakan Pemerintah mendesak para pemangku kebijakan untuk kembali kepada kearifan lokal yang menjadi warisan leluhur. Persoalan pajak hendaknya dipertimbangkan dengan sudut pandang masyarakat kelas bawah.
“Pajak itu bukan palak yang memaksakan menjadi sebuah kewajiban. Pajak adalah hasil keringat rakyat yang dikumpulkan oleh negara untuk pembangunan. Terapkan subsidi silang pajak dari masyarakat perkotaan untuk yang warga pesesaan. Bebaskan pajak bagi golongan yang benar-benar tidak mampu membayar karena faktor ekonomi. Dan satu lagi, ratusan triliun uang korupsi yang disita negara sebenarnya cukup untuk menutup defisit anggaran sehingga tidak harus menaikkan pajak yang merepotkan masyarakat. Toh uang korupsi itu juga uang rakyat juga” pungkas Gus Wal. (AGUNG)