BerandaDepokOknum Guru Pencabul Murid Kelas VI SD, di PN...

Oknum Guru Pencabul Murid Kelas VI SD, di PN Depok Divonis 7 Tahun Penjara

Oknum Guru Pencabul Murid Kelas VI SD, di PN Depok Divonis 7 Tahun Penjara

DEPOK, suarabuana.com – M. Haris Tari (44), seorang guru bimbingan les dengan Nomor Perkara 309/Pid.Sus/2020/PN Depok, dalam sidang yang digelar secara virtual di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Jawa Barat, dinyatakan terbukti bersalah melakukan cabul terhadap muridnya yang berumur 12 tahun.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Nurkhamid menjerat Haris dengan dakwaan tunggal, yakni perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 76E jo Pasal 82 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dikarenakan Haris berprofesi sebagai guru atau tenaga pendidik maka, ancaman pidana terhadap terdakwa menurut Pasal 82 Ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Sementara Pasal 82 Ayat (1) berbunyi, Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Sedangkan di dalam Pasal 76E dikatakan, Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Atas ancaman pidana yang dikenakan terhadap terdakwa, oleh karena itu JPU Ahmad Nurkhamid menjatuhkan pidana terhadap Haris dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dikurangi selama terdakwa dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar satu milyar rupiah subsidiair 10 (sepuluh) bulan kurungan.

JPU Ahmad menyatakan terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana “melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul” .

“Terdakwa Haris telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan hukum sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 76E jo Pasal 82 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” kata JPU saat pembacaan surat tuntutan.

Majelis Hakim PN Depok, Jawa Barat, yang dipimpin Yulinda Trimurti Asih Muryati dengan anggota Sri Rejeki Marsinta dan Eko Julianto dalam amar putusannya menyatakan sependapat dengan tuntutan JPU.

“Menyatakan Terdakwa M. Haris Tari, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “memaksa anak untuk melakukan perbuatan cabul, “ ujar Hakim Ketua Yulinda saat pembacaan amar putusan dalam sidang yang terbuka dan dibuka untuk umum.

Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan denda sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabilan denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan,” tutur Yulinda.

Terpisah, Humas PN Depok Ahmad Fadil saat dikonfirmasi mengatakan bahwa terdakwa M. Haris Tari adalah benar berprofesi sebagai guru dalam bimbingan les dan Anak korban adalah salah seorang murid didik yang dibimbing terdakwa.

Saat disinggung mengenai persidangan dalam pembacaan putusan, Fadil menambahkan, meskipun perkara cabul atau asusila, saat pembacaan putusan maka persidangan itu terbuka dan dibuka untuk umum.

“Sudah pasti lah sidang terbuka untuk umum. Yang tertutup hanya pemeriksaan untuk melindungi saksi korban. Apalagi dalam perkara ini yang menjadi korban adalah seorang anak yang masih duduk di Kelas VI SD. Namun, semua putusan wajib terbuka untuk umum,” kata Fadil, Rabu (21/10/2020), di ruang kerjanya.

Sementara untuk perkaranya, sambungnya, saat ini statusnya banding. Pernyataan banding tersebut baru diajukan ke PN Depok pada Rabu, 21 Oktober 2020. Dan yang mengajukan banding dalam perkara ini adalah terdakwa M. Haris.

Perlu diketahui, di dalam surat tuntutan JPU didapati bahwa berdasarkan hasil Visum et Repertum dari Rumah Sakit Bhayangkara TK.I Raden Said Sukanto Instalasi Kedokteran Forensik Nomor : R/10/VER-PPT-KSA/XII/2019/Rumkit Bhay Tk.I tanggal 26 Desember 2019 yang ditanda tangani oleh Dokter Pemeriksa dr. Kesrty Rama Danty dan Dokter Konsuler dr. ARIF Wahyono, Sp.F terhadap anak korban YNA dengan kesimpulan sebagai berikut:

Telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang anak perempuan yang berusia dua belas tahun. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda perlukaan. Pada pemeriksaan dokter kandungan dan kebidanan didapatkan robekan lama pada selaput dara. Pada pemeriksaan psikologi didapatkan kecemasan dan trauma pasca kejadian.

Dan hasil pemeriksaan psikologis dari  Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Depok tanggal 02 Mei 2020 yang ditandatangani oleh Psikolog PPA Linda Mutiara Larassati, M.Psi., Psikolog terhadap anak korban YNA dengan kesimpulan sebagai berikut:

Peristiwa pelecehan seksual yang dialami oleh YNA sejak kelas 4 SD semester 2 hingga kelas 6 SD  semester 1 cenderung membuat sejumlah perubahan pada karakter/kepribadian anak. YNA merupakan anak yang ceria saat berada dikelas 1-3 SD, namun ia mulai lebih senang menyendiri (tidak senang keluar rumah), dan banyak merenung dikelas 4 SD hingga saat ini. Di sekolah ia juga sering menangis dan kesurupan terutama di kelas 6 SD ini. Hal ini yang kemudian menjadi perhatian guru-guru dan mereka mencoba menggali terkait masalah yang dihadapi anak.

Setelah pihak sekolah menanyai pelaku, pelaku justru menuduh YNA sebagai pemfitnah. Ia membuat seluruh anak di tempat les memandang YNA secara negatif, sehingga teman-temannya di sekolah membullynya. Hal ini sangat mengguncang emosinya dan mempengaruhi persepsinya terhadap teman-teman sekolah. YNA menilai bahwa seluruh anak perempuan suka berkhianat, memfitnah dan tidak dapat dipercaya. Sementara anak laki-laki dipandang sebagai sosok yang jahat, suka melecehkan dan merendahkan perempuan.

Peristiwa ini semakin menghambat kemampuan sosial anak terhadap orang-orang di sekitarnya dan membuat konsep dirinya semakin negative. Emosinya pun semakin tidak stabil. Anak semakin merasa insecure, frustasi, cemas, tidak percaya dengan orang-orang di lngkungan diluar dirinya.

Selain itu tampak pula adanya indikasi trauma, dimana anak merasa cemas dan takut kejadian pelecehan tersebut akan terulang kembali pada dirinya. Ia cenderung ingin menjaga jarak dengan semua anak laki-laki.

(JIMMY)

suara buana
suara buanahttps://suarabuana.com/
https://suarabuana.com/