BerandaOpiniMenyelamatkan Demokrasi Lokal Dari Kuasa Tambang

Menyelamatkan Demokrasi Lokal Dari Kuasa Tambang

Oleh Mochdar Soleman
Dosen dan Pengamat Politik Lingkungan, Universitas Nasional

SUARABUANA.com Demokrasi lokal di Maluku Utara tengah menghadapi krisis mendalam akibat dominasi kepentingan tambang. Kuasa modal dan politik saling mengunci, membuat partisipasi warga kehilangan makna. Untuk menyelamatkan demokrasi dari penyanderaan ekonomi ekstraktif, diperlukan paradigma baru: demokrasi ekologis yang menempatkan keseimbangan alam dan keadilan ekologis sebagai dasar kedaulatan rakyat.

Demokrasi yang Kehilangan Akar Ekologinya

Tulisan ini melanjutkan refleksi dari artikel saya sebelumnya tentang “Ketika Demokrasi Lokal Tersandera Tambang” yang menyoroti bagaimana proses politik di daerah tambang Maluku Utara tak lagi mewakili aspirasi rakyat, melainkan dikendalikan oleh kepentingan industri ekstraktif. Namun akar persoalannya lebih mendasar: demokrasi kita telah kehilangan akar ekologinya.

Dalam artikel ini penulis mencoba mengulasnya dalam perspektif Jonathan Pickering, Karin Bäckstrand, dan David Schlosberg dalam Between Environmental and Ecological Democracy: Theory and Practice at the Democracy–Environment Nexus (2020).

Sebagaimana dikemukakan Pickering dkk, bahwa “We must rethink democracy not as a purely human project, but as an ecological condition of coexistence that includes nonhuman life, ecological systems, and the limits of planetary resilience.”

Demokrasi sejati tidak hanya mengatur relasi antarwarga negara, tetapi juga relasi manusia dengan lingkungan hidupnya. Ketika eksploitasi sumber daya dijadikan ukuran kemajuan, demokrasi berubah menjadi instrumen legal bagi perusakan ekologi. Demokrasi lokal di Maluku Utara kini bukan hanya miskin representasi, tetapi juga kehilangan kesadaran ekologis.

Pertumbuhan yang Menjadi Dogma

Di banyak wilayah Maluku Utara, tambang nikel menjelma menjadi simbol kemajuan sekaligus sumber krisis sosial-ekologis. Pemerintah daerah menjanjikan lapangan kerja dan investasi, tetapi di balik itu, hutan gundul, air keruh, dan laut yang kehilangan biota menjadi realitas sehari-hari.

Lebih jauh lagi dikemukakan Pickering dkk yaitu :
“Growth becomes an end in itself, often decoupled from ecological limits and human well-being.”
Pertumbuhan ekonomi telah menjadi dogma politik. Ia dijalankan tanpa mempertimbangkan batas daya dukung alam dan kesejahteraan sosial jangka panjang.

Pickering ddk dalam kritik mereka terhadap demokrasi liberal, menegaskan bahwa :

“Liberal democracy has confined politics to human institutions and economic priorities, while ignoring the ecological systems that make life possible.”

Sehingga akibatnya, demokrasi lokal tersandera oleh logika pertumbuhan yang sempit. Partisipasi warga direduksi menjadi formalitas administratif, sementara arah pembangunan sesungguhnya ditentukan oleh kepentingan modal. Demokrasi kehilangan daya korektif terhadap keserakahan ekonomi.

Krisis Pengetahuan dan Hilangnya Kearifan Ekologis

Masalah demokrasi lokal bukan sekadar korupsi politik atau lemahnya akuntabilitas publik, tetapi juga krisis pengetahuan. Dalam banyak kasus, masyarakat adat atau nelayan yang memperingatkan kerusakan lingkungan justru dianggap penghambat pembangunan. Pengetahuan lokal mereka tentang tanah, laut, dan musim diabaikan karena tidak sesuai dengan logika investasi.

Padahal, sebagaimana ditegaskan Pickering dkk:

“Environmental democracy requires institutions that allow for epistemic pluralism, where indigenous, scientific, and experiential knowledges are treated as coequal.”

Demokrasi sejati menuntut pluralitas pengetahuan. Kearifan ekologis masyarakat adat, pengetahuan ilmiah, dan pengalaman warga harus ditempatkan sejajar. Tanpa itu, kebijakan publik akan terus buta terhadap realitas ekologis di lapangan.
Kemampuan membaca tanda-tanda alam—menurunnya debit air, perubahan warna tanah, migrasi ikan—harus dilihat sebagai bagian dari kecerdasan ekologis kolektif.

Masih menurut Pickering dkk,:
“The future of democracy depends on our capacity to listen not only to human voices, but to t

suara buana
suara buanahttps://suarabuana.com/
https://suarabuana.com/