DEPOK, SUARABUANA.com – Masih banyaknya warga Kota Depok yang berlum mendapatkan Hak Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun sesuai amanat UUD 1945, UU Sisdiknas dan Putusan MK Sekolah Gratis Wajib Belajar Pendidikan Dasar, membuat sejumlah kalangan menilai SPMB Depok 2025 tidak bisa menjawab dan memenuhi Hak Pendidikan Warga Kota Depok.
Melihat hal tersebut, sejumlah elemen masyarakat yang peduli pada pendidikan menyoroti hal tersebut dan memberikan advokasi kepada warga yang belum tertampung sekolah hingga hari ini tanggal 14 Juli 2025 dimana hari ini sudah berlangsung MPLS di setiap sekolah di Depok.
Ketua Jaringan kemandirian (JAMAN) Kota Depok, Didi Kurniawan alias Ji Gong Lee, mendesak Walikota Depok membuat kebijakan yang selaras dan mengikuti Gubernur Jawa Barat KDM Kang Dedi Mulyadi, yang membuat kebijakan Pro Rakyat dengan memutuskan daya tampung per rombel 50 siswa per Rombongan Belajar.
“Kebijakan KDM sangat pro rakyat, dan Walikota Depok dimana bagian juga dari Jawa barat seharusnya juga mengikuti kebijakan KDM yang Pro Rakyat,” ujar Didi kepada media pada 14 Juli 2025 usai memantau pelaksaan MPLS dan mendata siswa-siswa yang belum bisa bersekolah.
Sementara Soleh, Ketua Umum LSM GPKN menilai Walikota Depok kurang adil dan kurang bijaksana, dengan membiarkan masih banyak anak-anak Depok yang belum bersekolah, sementara teman-temannya sudah ikutan MPLS. “Hati seorang pemimpin harusnya bisa lebih peka, mereka juga warga Depok yang ikut bayar pajak untuk bangun sekolah-sekolah negeri dan menafkahi para pemimpin depok dan keluarganya, tapi kenapa urusan sekolah pemimpin tidak peka melihat perasaan dan tangis bocah-bocah Depok yang belum sekolah,” ujar Soleh miris melihat proses SPMB Depok 2025 ini yang ribet dan merugikan Hak Pendidikan Warga Depok.
Soleh Ketua GPKN meminta kepada Walikota Depok untuk segera mengikuti langkah KDM dengan mengoptimalkan SMP Negeri se Kota Depok dan menambah rombel jika diperlukan. “Bayar pajak sama-sama, tapi hak warga untuk bisa bersekolah dipilih-pilih, ini bagian dari kegagalan pelayanan hak dasar warga’” ujar Soleh aktivis sepuh yang banyak makan asam garam.
“Ketika pendidikan masih menjadi barang yang langka dan mewah, maka sesungguhnya pembangunan itu gagal. 80 Tahun Indonesia merdeka, masih ada hak pendidikan anak-anak negeri yang terampas,” ujar Soleh mengakhiri wawancara dengan sejumlah awak media.(TRO)