BerandaDaerah Khusus JakartaKegagalan Sistemik Negara Terhadap Pekerja Imigran Menjadi Tornado Yang...

Kegagalan Sistemik Negara Terhadap Pekerja Imigran Menjadi Tornado Yang Tak Pernah Usai

Jakarta, Suarabuana.com –
M. Soleh Hudin, Wakil Direktur Kajian Strategis dan Advokasi Nasional BEM PTNU Se-Nusantara mengatakan bahwa dii tengah gegap gempita janji kemajuan dan pembangunan nasional, terdapat sisi gelap yang kerap luput dari perhatian.!nasib pekerja migran Indonesia yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Mereka tak sekadar kehilangan kesempatan, melainkan juga hak asasi paling mendasar terhadap keamanan, martabat, dan identitas sebagai manusia. Data dan fakta terkini menunjukkan bahwa kegagalan negara dalam menangkal TPPO bukan lagi sekadar isu pinggiran, melainkan bencana sosial yang terus berulang dan merenggut ribuan korban.

Berdasarkan laporan Kompas.com, sejak tahun 2023 hingga 2025, tercatat 4.468 korban TPPO asal Indonesia. Angka ini memperlihatkan tren kenaikan yang konsisten, sekaligus menjadi bukti nyata bahwa langkah penegakan hukum dan pencegahan masih jauh dari kata efektif. Mirisnya, banyak kasus yang berakhir tanpa kejelasan penegakan hukum terhadap pelaku utama, ini menunjukkan lemahnya komitmen negara dalami pemberantasan TPPO.

Kasus terbaru, menimpa seorang perempuan berusia 23 tahun asal Cisaat, Sukabumi. Sejak Mei 2025, ia menjadi korban penyekapan dan kekerasan di Guangzhou, Tiongkok, setelah dijebak oleh jaringan perekrutan ilegal. Hingga kini, korban belum dapat dipulangkan dan masih mengalami penyiksaan fisik dan psikis. Kasus ini, yang dilaporkan oleh keluarga, kembali menegaskan lemahnya perlindungan negara terhadap warganya di luar negeri (Kompas.com, 2025).

Kegagalan negara dalam menangani TPPO tidak hanya tercermin dari bertambahnya jumlah korban, tetapi juga dari lemahnya sistem pencegahan dan penegakan hukum. Negara cenderung bersikap reaktif, lebih sibuk pada upaya pemulangan korban ketimbang mencegah perekrutan ilegal di tingkat akar rumput. Padahal, akar masalah utama terletak pada 3 Aspek:
1. Jalur perekrutan ilegal yang masih marak di desa-desa kantong migran.
2. Lemahnya pengawasan terhadap agen penempatan dan perusahaan penyalur tenaga kerja.
3. Minimnya edukasi dan literasi hukum bagi calon pekerja migran serta keluarga mereka.
Penegakan hukum pun seringkali hanya menyasar pelaku di tingkat bawah, sementara aktor intelektual dan jaringan besar TPPO kerap lolos dari jeratan hukum karena lemahnya pengawasan dan praktik kompromi oknum aparat.

Sebagai bentuk komitmen nyata dalam pemberantasan TPPO, sudah saatnya negara mengambil langkah-langkah berikut secara tegas dan terintegrasi:
1. Pemutusan Jaringan TPPO dari Hulu
Penegakan sanksi pidana sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang harus dilakukan tanpa kompromi, terutama terhadap pelaku utama dan jaringan perekrut ilegal.
2. Pencegahan Berbasis Komunitas
a. Edukasi masyarakat desa dan keluarga calon pekerja migran agar tidak mudah terperdaya iming-iming pekerjaan fiktif.
b. Penguatan kapasitas desa/kecamatan sebagai filter awal melalui pusat informasi migrasi aman dan sistem aduan cepat.
1. Kerja Sama Diplomatik dan Regional
Penguatan kolaborasi lintas negara dan regional sangat penting, mengingat modus TPPO kini banyak melibatkan praktik lintas batas dan perbudakan modern berbasis online scamming (ILO, 2024).
2. Optimalisasi Teknologi Digital
Pemanfaatan teknologi untuk mendeteksi perekrutan online dan menutup akses iklan ilegal lowongan kerja ke luar negeri, serta membangun sistem pengaduan daring yang responsif.
3. Pengawasan Ketat Agen Penempatan
Penerapan sanksi administratif hingga pencabutan izin terhadap agen dan perusahaan penyalur tenaga kerja yang terbukti lalai atau terlibat praktik TPPO.

Kegagalan negara menghadapi TPPO bukan sekadar angka korban, tetapi juga menyangkut citra, legitimasi, dan harga diri bangsa. Konstitusi (Pasal 28D dan 28G UUD 1945) menegaskan jaminan perlindungan warga negara di mana pun mereka berada. Saat ribuan pekerja imigran menjadi korban, itu bukan hanya tragedi personal, melainkan luka kolektif bangsa.
Keberanian politik dan langkah preventif yang sistemik mutlak dibutuhkan. Tanpa keberanian untuk memutus jaringan TPPO hingga ke akar-akarnya, tragedi ini akan terus berulang dengan wajah baru dan korban baru.
Kini, negara harus hadir secara nyata! not just in words, but in action. Sistem perlindungan pekerja migran harus bersifat tegas, preventif, dan berkeadilan. Sebab, ketika pekerja imigran menjadi korban, yang sebenarnya dipertaruhkan bukan hanya nasib individu, melainkan martabat dan masa depa8 bangsa Indonesia. (AGUNG)

suara buana
suara buanahttps://suarabuana.com/
https://suarabuana.com/