Jakarta, SUARABUANA.com — Debat ketiga atau yang terakhir untuk Pilkada Jakarta 2024, telah sukses digelar tadi malam pada Minggu (17/11/2024). Acara debat tersebut dimulai pukul 19.00 WIB, bertempat di Hotel Sultan, Jl Gatot Subroto, Gelora Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Debat Pilkada DKI yang ketiga ini diikuti oleh 3 pasangan calon gubernur-wakil gubernur. Mereka adalah pasangan calon (paslon) nomor urut 1 Ridwan Kamil – Suswono, paslon nomor urut 2 Dharma Pongrekun – Kun Wardana, dan paslon nomor urut 3 Pramono Anung – Rano Karno.
Untuk tema debat ketiga Pilkada Jakarta sudah ditetapkan oleh KPU DKI Jakarta, yakni mengenai “Lingkungan Perkotaan dan Ruang Hidup” dengan total enam sub tema yang sudah ditentukan. Keenam sub tema tersebut yaitu mengenai penanganan banjir, penataan pemukiman, penurunan emisi (polusi udara, transisi energi baru terbarukan), pengelolaan sampah, ketersediaan air bersih, dan penataan ruang terbuka hijau untuk terciptanya kota layak huni.
Pasangan Calon Gubernur Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil dan Suswono menyampaikan sederet program mengenai tata kota Jakarta yang akan mereka jalankan ke depannya. Mulai dari solusi permasalahan rumah layak, skema perumahan, hingga pengelolaan sampah rumah tangga.
Semua program ini ia sampaikan secara lugas dan gamblang, disertai dengan pemaparan secara jelas. Berikut adalah uraiannya:
1. Program Renovasi Bangunan
Ridwan Kamil (RK) mengawali debat dengan membawa cerita soal Ade, seorang warga Cilincing, Jakarta Utara berusia 21 tahun yang memiliki 2 anak namun tidak memiliki hunian yang layak.
“Saya hadir bersama Mbak Ade, ini adalah wajah dari Gen Z usia 21 tahun di Cilincing. Mbak Ade punya 2 anak, tidak mampu memiliki hunian layak, mengubur mimpinya untuk memiliki hunian yang layak di Jakarta. Untuk menyambung hidup susah, ini lah akumulasi dari ketidakadilan tata ruang, bermuara kekumuhan ekstrem,” kata Ridwan Kamil.
Menurutnya, kasus seperti Mba Ade ini juga disebabkan karena kekurangan pada implementasi program tata ruang DKI Jakarta sehingga menghadirkan banyak lingkungan kumuh di provinsi ini.
“Bermuara pada kekumuhan ekstrem. Ada yang mirip pengungsian, beda jauh dengan Sudirman Thamrin yang sering dicitrakan. Mayoritasnya adalah hal-hal sebagai berikut: air susah, polusi kalau saat kemarau, banjir kalau saat hujan, sampah ada di mana-mana,” jelasnya.
Untuk itu, ia telah menyiapkan sederet program perumahan, salah satunya adalah memberikan dana sejumlah Rp 50 juta hingga Rp 100 juta untuk setiap rumah di Jakarta yang ingin direnovasi. “Kita akan menyiapkan yang namanya program-program renovasi rumah. Dulu saya lakukan di Bandung anggarannya 20 juta per rumah. Kalau di Jakarta, dengan pertimbangan biayanya lebih mahal, akan kami anggarkan sebesar Rp 50 s/d 100 juta per rumah,” tutur Ridwan Kamil.
2. Hunian Vertikal
Lebih lanjut Ridwan menjelaskan, jika dirinya terpilih sebagai Gubernur Jakarta, akan membangun lebih banyak bangunan vertikal baik yang berbasis TOD (Transit Oriented Development), rumah di atas pasar, stasiun, hingga sungai.
“Hunian vertikal buat Gen Z punya mimpi di Jakarta Pusat. Lahan-lahan di atas pasar, TOD di stasiun, lahan-lahan di jalan maupun di tengah sungai bisa kita inovasikan. Ketidakadilan tata ruang mengakibatkan banjir, yang mana kerugian materiilnya cukup besar,” ungkapnya.
3. Konsep Bangunan yang Bisa Tekan Polisi dan Emisi
Kemudian, Ridwan Kamil menyatakan ingin membangun hunian di tengah kota dan perkantoran di pinggiran. Selain itu, memanfaatkan atap-atap gedung sebagai lahan penghijauan agar efek gas rumah kaca bisa bisa ditekan. Model gedung seperti ini merupakan bagian dari strategi hijau yang sudah berhasil diterapkan di kota Medellin, negara Kolombia.
“Kenapa suhu udara di Jakarta saat ini begitu panas, kenapa terjadi banyak polusi udara? Beberapa faktor penyebabnya adalah kebanyakan gedung, kebanyakan beton, dan kekurangan pohon. Nah, inilah nanti yang akan diimplementasikan dalam program anggaran 1 miliar untuk 1 RW, dimana sebagian penghijauannya akan dilakukan secara serentak oleh 2.700 RW di seluruh Jakarta,” ucapnya.
4. Tolak Retribusi Sampah Rumah Tangga
Terkait pengadaan retribusi sampah rumah tangga mulai 1 Januari 2025, Cawagub nomor urut 1 Suswono menolak hal tersebut. Sebagai gantinya, ia dan RK akan menerapkan sistem zero waste, dimana melalui sistem ini sampah akan dikelola hanya sampai tingkat RT dan RW saja, serta mengurangi jumlah sampah di TPA.
“Saya sendiri sependapat retribusi ini belum dibutuhkan. Yang kita butuhkan saat ini adalah bagaimana membangun budaya zero waste. Inilah yang saya kira perlu ditekankan kepada setiap rumah tangga, bahwa kita juga perlu ada semacam sistem daur ulang. Implementasi untuk budaya zero waste dan sistem daur ulang, saya kira bisa diterapkan untuk skala rumah tangga RT maupun RW,” tandasnya.
Untuk mendukung skema pengelolaan sampah ini, mereka ingin menyediakan mesin pengolahan sampah di tingkat RW.
“Oleh karena itu, nanti kami mengatasi permasalahan itu melalui pengelolaan berkelanjutan dari hulu hingga hilir. Saya harapkan ada mesin-mesin modern tersedia, sehingga dimungkinkan untuk pengelolaan sampah itu, bisa habis di tingkat RW. Kalaupun ada sisa, sisanya tersebut itu bisa diolah lagi di pembuangan akhir, tetapi dengan volume yang sangat kecil. Jadi intinya bagaimana membangun budaya dari rumah tangga,” pungkasnya mengakhiri pemaparan. (Irfan)