Depok, SUARABUANA.com – Penertiban yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Depok di sepanjang area Kemiri Muka, Kota Depok pada tanggal 16 Desember 2025 lalu menuai banyak kecaman.
Pasalnya, penertiban tersebut tidak memenuhi kaidah standar operasional normatif yang berlaku. Hal ini terlihat dari tanggal Surat Peringatan (SP) yang diterbitkan secara terburu-buru dan terkesan tidak profesional. SP2 dan SP3 disampaikan bersamaan dengan aksi penertiban, yaitu tepat di tanggal 16 Desember 2025. Brutalnya lagi, Kantor RW. 015, Kelurahan Kemirimuka ikut pula tergusur. Padahal Arief selaku Ketua RW. 015, menyatakan bahwa beliau telah memiliki Surat Pengelolaan lahan yang resmi atas nama RW yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Depok yang masih berlaku.
“Penataan kawasan sedang kami lakukan bertahap. Rencananya, kami akan membuat taman di sisi saluran untuk meminimalisir bangunan kumuh. Tapi ternyata Kantor RW yang juga berfungsi sebagai pusat monitoring sampah dan kegiatan warga, ikut juga tergusur,” keluhnya.
Arief juga mengeluhkan diterimanya SP3 bersamaan harinya tepat saat penggusuran. Padahal di surat tersebut tertulis jelas, bahwa diberikan waktu 1×24 jam untuk melakukannya secara mandiri.
Kami menyayangkan penertiban brutal yang menyalahi prosedur. Jadi, para pimpinan penggusur yang berasal dari Satpol PP Kota Depok harus bertanggung jawab atas penyalahgunaan wewenang yang dilakukan. Apalagi proses penggusuran dilakukan secara arogan oleh Satpol PP selaku penegak Perda yang katanya humanis.
Rencananya, para aktifis akan mendukung aksi unjuk rasa warga pada hari Senin, 22 Desember 2022. Para warga kecewa karena kantor RWnya sebagai Pusat Aktifitas dan Kegiatan Pelayanan dihancurkan secara semena-mena oleh para oknum yang mengaku Penegak Perda.
Aksi unjuk rasa itu menuntut ke Walikota Depok, agar Para Pejabat yang menjadi pimpinan penggusuran semena-mena di nonjobkan! Para pejabat itu dianggap tidak becus dalam menjalankan tugasnya, jadi harus segera diganti dan bertanggung jawab. Apalagi kantor RW tersebut dibangun melalui swadaya warga.
Beberapa waktu belakangan ini Satpol PP Kota Depok gencar melakukan penertiban. Namun banyak pula pelanggaran aturan normatif yang justru dilakukan oleh para oknum penegak Perda tersebut, diantaranya adalah:
1. Tidak melakukan kajian dan pendataan resmi kawasan yang akan ditertibkan;
2. Arogan dan berlaku sewenang-wenang, seolah oknum Pimpinan Satpol PP adalah Tuhan;
3. Melakukan kesalahan prosedur, terutama dalam penerbitan surat dan administrasi awal;
4. Penghilangan aset pemerintah, yaitu Plang Segel Resmi di lahan Setu Gugur, dengan dalih angin puting beliung;
5. Menerbitkan Surat Perintah Bongkar Ilegal, karena hanya membongkar sebagian lahan yang diduga akan digunakan oleh pihak swasta di Jl. Komjen Yasin, Kelapa Dua, Cimanggis;
6. Hanya membongkar bangunan-bangunan warga yang notabene mayoritas merupakan Pedagang Mikro. Tanpa membuat perencanaan lintas SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) untuk solusinya. Padahal Pemerintah Kota Depok saat ini gencar mengkampanyrkan jargon Pembinaan Usaha Mikro;
7. Melakukan pembiaran atas bangunan-bangunan beton yang jelas melanggar, karena didirikan di atas badan sungai. Seperti di sepanjang Jl. Margonda (banyak bangunan permanen yang berdiri tegak di atas Kali Cabang Tengah);
8. Tidak melakukan eksekusi atas pelanggaran, yang justru telah diberikan pelimpahan setelah surat peringatan ke-3 dari Wasdu DPMPTSP seperti bangunan di tepi Kali Ciliwung di sebelah Perumahan Griya Tugu Asri, Cimanggis Depok, Lapangan Padel di Harjamukti, dll.
9. Penyidik PPNS tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya dalam menangani pelanggaran Perda; dan
10. Banyak lagi aturan normatif yang justru ditabrak oleh Para Oknum Penegak Perda.
Kami mendesak agar Walikota Depok mengevaluasi total kinerja aparat Satpol PP agar berfungsi sebagaimana mestinya.
Jangan sampai pada akhirnya hanya akan menimbulkan masalah-masalah baru yang tak berkesudahan, karena tidak kompetennya para pimpinan di tubuh Satpol PP Kota Depok.(Jglie)



