BLORA, SUARABUANA.com — Gelombang kemarahan publik mengguncang Blora setelah tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kasus kelalaian fatal yang menewaskan lima pekerja proyek pembangunan RS PKU Muhammadiyah Blora dianggap terlalu ringan, Senin (27/10/2025).
Melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Blora, terungkap bahwa terdakwa Sugiyanto bin Rasdi, Ketua Panitia Pembangunan, hanya dituntut 2 bulan penjara, dan itu pun sudah dikurangi masa tahanan.
Perkara yang teregister dengan Nomor 78/Pid.B/2025/PN Bla ini bermula dari jatuhnya lift crane pada awal 2025, insiden tragis yang merenggut lima nyawa dan melukai beberapa pekerja lain.
Namun, alih-alih tuntutan berat, JPU Darwadi justru hanya menuntut Sugiyanto dengan Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 ayat (1) KUHP, dengan vonis 2 bulan kurungan serta denda perkara Rp2.500.
Padahal, kedua pasal tersebut memiliki ancaman hukuman hingga 5 tahun penjara.
Perbedaan mencolok antara ancaman hukum dan tuntutan inilah yang membuat publik naik pitam.
Kemarahan Publik: “Hukum untuk Siapa?”
Salah satu tokoh masyarakat Blora, Gus Fuad, mengecam keras sikap penuntut umum yang dinilai tidak punya rasa keadilan.
“Ini sudah kebangetan! Nyawa lima orang melayang, tapi cuma dituntut dua bulan? Hukum kok kayak dagelan!” tegasnya dengan nada geram.
Ia menilai bahwa tuntutan itu tidak hanya melukai rasa keadilan keluarga korban, tapi juga mempermalukan wajah hukum di daerah.
“Kalau cuma dua bulan, di mana letak tanggung jawab moralnya? Apa pengadilan tidak melihat penderitaan keluarga korban? Jangan-jangan ada ‘uang’ yang bermain di balik semua ini,” lanjutnya.
Dugaan Kuat: Terkait Tragedi Lift Crane RS PKU Muhammadiyah
Dari berkas perkara, kuat dugaan bahwa kasus ini berkaitan langsung dengan tragedi lift crane maut di proyek RS PKU Muhammadiyah Blora.
Barang bukti yang diajukan JPU mencakup dokumen proyek, bundel RAB, man basket lift, tower besi, serta kawat sling, semua mengarah pada lokasi insiden tersebut.
Kini, sorotan publik tertuju pada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Blora, yang akan menentukan apakah akan sekadar mengamini tuntutan ringan JPU, atau berani memutus perkara dengan vonis yang setimpal dan mencerminkan rasa keadilan.
“Nyawa Bukan Sekadar Angka”
Tragedi ini tidak hanya menyisakan luka bagi keluarga korban, tetapi juga pertanyaan besar bagi masyarakat: seberapa murah harga nyawa pekerja di mata hukum?
Masyarakat Blora kini menanti dengan waspada, apakah keadilan benar-benar ditegakkan, atau justru kembali dikorbankan atas nama “kelalaian”.(mk)



