BerandaDaerah Khusus JakartaDr. Tasrif M Saleh : Supremasi Keteladan untuk Seluruh...

Dr. Tasrif M Saleh : Supremasi Keteladan untuk Seluruh Anggota Polri

Jakarta, SUARABUANA.com – Penasehat Inpoin Center Dr. Tasrif M. Saleh menegaskan Polisi Republik Indonesia (Polri) harus memperbaiki citra di masyarakat, sebagai teladan yang baik dan jujur.

Tasrif menilai kemarahan publik kemarin kepada Polri karena citra baik dan jujur polisi kurang dicerminkan atau dipantulkan kepada masyarakat.

“Banyak elite dan pimpinan Polri baik dan jujur lho. Bahkan banyak lahir Jenderal Hoegeng baru. Ini perlu dicitrakan ke masyarakat agar tak buram keteladanannya,” kata Tasrif di Jakarta, Minggu, tgl (5/10/2025).

Untuk itu, pria Jebolan S3 Universitas Jayabaya ini mendorong Polri melakukan transformasi pada aspek budaya. Sesuai amanat reformasi Polri 1999, yakni supremasi keteladanan.

“Tuntaskan pekerjaan rumah Polri yaitu supremasi keteladanan untuk seluruh anggota,” ujarnya.

Tasrif menyatakan keteladanan dari elite Polri manunggal dalam seluruh aparat dan bawahan.

Lebih lanjut, Tasrif mengingatkan Polri tidak boleh tergoda dengan budaya flexing atau pamer barang mewah saat ini.

“Budaya flexing mendorong emosi negatif. Karena pesan yang yang diterima publik itu ialah arogansi, kesombongan, dan haus akan harta dan kekayaan” kata Tasrif.

Penasehat Inpoin Center Dr. Tasrif M. Saleh menegaskan Polisi Republik Indonesia (Polri) harus memperbaiki citra di masyarakat, sebagai teladan yang baik

Kata Tasrif, budaya flexing dapat mendorong elite dan aparat untuk bertindak korup dan kolusi untuk memenuhi hasrat flexing, hal ini menguatkan asumsi institusi Polri tidak mengayomi masyarakat sepenuh hati.

“Praktik flexing jangan sampai membudaya pada institusi Polri, agar elitenya tetap menjadi sumber dan kompas keteladanan bagi anggotanya, serta supremasi hukum ditegakkan,” ujar Tasrif.

Praktik yang perlu dievaluasi juga yakni penggunaan Strobo atau Sirine yang dapat menyulut emosi publik karena mengandung arogansi dan kekerasan simbolik di ruas jalan.

“Pemakaian Strobo atau Sirine ‘tot tot wuk wuk’ dalam mengawal elite sebagai simbol arogansi. Sama halnya Jenderal Polisi dan keluarganya pamer barang mewah di media sosial” ujar Tasrif.

Kata Tasrif, polisi memiliki Tri Brata dan Catur Prasetya, tetapi karena aspek budaya yang belum selesai reformasinya maka nilai-nilai etis tersebut tidak manunggal dalam diri aparat.

Supaya perbaikan Polri tidak sekedar menjadi wacana maka harus diketahui secara jelas pada bagian mana yang akan diperbaiki. “Keteladanan dari aparat konsen utamanya” pungkasnya.(dm)

suara buana
suara buanahttps://suarabuana.com/
https://suarabuana.com/