DEPOK, SUARABUANA.com – Masih banyaknya anak-anak Kota Depok yang masuk kategori Wajib Belajar 10 tahun belum mendapatkan haknya dibidang pendidikan sebagai warga negara Indonesia yang dijamin oleh UUD 1945 dan UUD Sisdiknas.
Bahkan Mahkamah Konstitusi juga mengamanatkan agar hak pendidikan rakyat tidak diabaikan serta gratis negeri dan swasta untuk SD dan SMP.
Mahkamah Konstitusi (MK) mewajibkan negara menggratiskan pendidikan dasar sembilan tahun dari SD hingga SMP, termasuk sekolah swasta tertentu. Namun sekolah swasta ‘elite’ dibolehkan memungut biaya dari siswa. Pengamat pendidikan mengingatkan sejumlah persoalan yang menanti jika pelaksanaannya tidak cermat.
Pada Selasa (27/05), MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi terkait frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Dalam putusannya, Ketua MK Suhartoyo menyebut negara—pemerintah pusat dan daerah—harus membebaskan biaya pendidikan dasar yang diselenggarakan pada satuan pendidikan SD, SMP, dan madrasah atau sederajat, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menilai frasa dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas yang secara eksplisit hanya berlaku untuk sekolah negeri telah menciptakan “kesenjangan akses pendidikan dasar”.
Ini terutama dirasakan siswa yang terpaksa bersekolah di swasta karena keterbatasan daya tampung sekolah negeri.
Namun muncul problematika baru terkait daya pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan pendidikan SD dan SMP Gratis di sekolah milik swasta. Sementara yang dimaksud gratis haruslah 100% saama dengan sekolah negeri, dari mulai gratis pendaftaran sampai lulus sekolah.
Ketua Umum KAPUR (Komite Advokasi Pendidikan Untuk Rakyat) yang juga Ketua Presidium Aktivis Depok, Torben Rando, menyarankan kepada Walikota Depok untuk membuat kebijakan khusus atau diskresi untuk mengoptimalkan tiap rombongan belajar di masing-masing SMP Negeri se-Kota Depok di optimalkan menjadi 48 siswa per rombel agar banyak warga negara Indonesia yang tinggal di Depok mendapat jaminan yang sama dan adil atas pendidikan wajib belajar 9 tahun.
“Jika perlu pemerintah juga menambah rombel di daerah-daerah padat penduduk, yang akses nya jauh dari Rintisan Sekolah Swasta Gratis, agar anak-anak tidak terlalu jauh dalam mengakses hak pendidikannya,’ ujar Torben kepada media pada Senin 14 Juli 2025.
Torben juga menambahkan bahwa Penghilangan Hak Pendidikan Wajib Belajar, bisa berakibat fatal terhadap masa depan anak, dan itu bagian dari kelalaian pemerintah dalam tanggung jawab atas hak-hak warga yang sudah diamanatkan oleh konstitusi. “Maka dari itulah kami dari KAPUR setiap tahun mengadvokasi hak warga di bidang pendidikan agar tidak ada kelalaian pemerintah serta tidak terjadi Penghilangan Hak Pendidikan Wajib Belajar (PHPWB),” ujar Torben menambahkan.
Sementara Ketua Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia (LAKRI) Kota Depok sependapat dengan KAPUR, bahwasannya diperlukan kebijakan optimalisasi di sekolah negeri dikarenakan fasilitas sekolah senegeri dibangun dari pajak warga, sehingga warga Depok berhak mendapat jaminan yang sama atas pendidikan yang layak.
“Langkah optimalisasi dan penambahan rombel akan lebih menghemat uang APBD, serta memberikan hak keadilan kepada warga. Sama-sama bayar pajak, kenapa ada yang bisa sekolah dinegeri, tapi banyak juga yang tidak bisa sekolah negeri. Disinilah pemerintah harus bijak dan punya rasa tanggung jawab yang adil kepada setiap warga Depok,” ujar Yusuf Tarigan Ketua LAKRI Depok.(*)