BerandaDaerah Khusus JakartaCatatan BEM PTNU Soal Anggaran Negara: Efisiensi yang Malah...

Catatan BEM PTNU Soal Anggaran Negara: Efisiensi yang Malah Tidak Efisien

Jakarta, Suarabuana.com –
Muh. Faisal Dzulfahmi, Wakil Sekretaris Nasional BEM PTNU Se-Nusantara menyoroti kebijakan pemerintah yang dikeluarkan pada awal Tahun 2025 lalu, pemerintah mengeluarkan Inpres No. 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran. Total belanja kementerian/lembaga dipotong Rp 306 triliun. Dalihnya: jaga fiskal, dananya dialihkan ke program strategis seperti IKN dan ketahanan energi.
Kesan pertamanya terkesan tegas. Pemerintah ingin hemat dan fokus. Tapi makin ke sini, makin terlihat bahwa efisiensi ini seperti slogan kosong karena lembaga-lembaga negara malah ramai-ramai minta tambahan anggaran.

Beberapa Kementerian maupun Lembaga Negara yang telah meminta tambahan anggaran misalnya seperti:
Mahkamah Agung minta tambahan Rp 7,6 triliun. Komisi Yudisial: Rp 277 miliar. Kementerian Pertanian: Rp 68,9 triliun. Menko Polhukam: dari Rp 126 miliar, minta tambahan jadi Rp 728 miliar. Bahkan Komnas HAM pun ikut minta tambahan Rp 37 miliar, sebagian katanya untuk pengawasan HAM di IKN.
Padahal, di saat yang sama, ada pemotongan besar-besaran. Misalnya, anggaran Polri dipangkas Rp 20,5 triliun. Lalu, apa sebenarnya yang terjadi?

Menurut saya efisiensi sejatinya bukan cuma soal angka yang dipangkas. Tapi apakah pengeluaran jadi lebih tepat, lebih efektif, dan berdampak nyata. Yang terjadi sekarang justru sebaliknya: pemotongan dilakukan di belanja teknis (ATK, dinas, operasional), tapi banyak program besar tetap digenjot, bahkan tanpa evaluasi keberhasilan sebelumnya.
Banyak program dan fungsi lembaga yang tumpang tindih, tapi tidak ada konsolidasi.
Lembaga dengan serapan rendah tahun lalu, sekarang justru minta tambahan lebih banyak. Kalau begini, kita nggak sedang hemat, kita sedang muter-muter di pola boros yang dibungkus efisiensi.

Menurut pengamatan yang terjadi, kurang lebih terdapat tiga akar masalah besar:1. Perencanaan anggaran yang minim evaluasi dan target jelas. Banyak anggaran diajukan tanpa indikator keberhasilan konkret. 2. Struktur birokrasi yang gemuk dan saling tumpang tindih. Misalnya, pelatihan ASN bisa dilakukan oleh LAN, BPSDM, KemenPAN, hingga kementerian teknis lain. 3. Orientasi politik anggaran. Di balik semua proposal tambahan itu, kadang ada kepentingan politik, bukan semata kebutuhan riil masyarakat.

Sebagai mahasiswa, kita tidak anti-anggaran. Tapi kita juga tidak bisa diam ketika uang rakyat dihabiskan dengan cara yang tidak bertanggung jawab. Efisiensi tanpa akuntabilitas adalah jebakan. Kita tidak butuh efisiensi simbolik. Kita butuh anggaran yang benar-benar berdampak, disusun dari perencanaan yang baik, dieksekusi dengan akuntabilitas, dan diawasi dengan jujur.

Terakhir, kalau efisiensi hanya terjadi di kertas, tapi praktiknya makin boros, maka yang kita butuhkan bukan pemangkasan, tapi reformasi logika penganggaran. (AGUNG)

suara buana
suara buanahttps://suarabuana.com/
https://suarabuana.com/