Jakarta, SUARABUANA.com – Tingginya jumlah anak jalanan di perkotaan dan terbatasnya akses listrik di kawasan padat penduduk masih menjadi persoalan nyata di Indonesia, terutama di wilayah urban marginal. Berdasarkan data Kementerian Sosial (2021), terdapat lebih dari 9.000 anak jalanan yang tersebar di kota-kota besar, sebagian besar di antaranya tidak memiliki akses terhadap pendidikan formal maupun pelatihan keterampilan. Masalah tersebut kian kompleks ketika dikaitkan dengan data dari Kementerian ESDM (2022) yang mencatat masih ada lebih dari 500 ribu rumah tangga yang belum menikmati akses listrik yang layak menunjukkan bahwa kelompok rentan tidak hanya terpinggirkan dalam aspek sosial, tetapi juga dari hak dasar atas energi.Melihat urgensi tersebut, Universitas Pertamina (UPER) menginisiasi program sosial bertajuk “Speak Up Your Energy: Mengubah Sampah Jadi Cahaya”. Dalam program ini, mahasiswa menggandeng anak-anak dari Sekolah Alternatif Anak Jalanan (SAAJ) di wilayah Setiabudi, Jakarta Selatan, untuk bersama-sama merakit pembangkit listrik sederhana berbasis limbah. Limbah yang digunakan berasal dari sampah rumah tangga seperti kemasan plastik, kabel bekas, dan komponen elektronik tak terpakai.
Kegiatan ini menjadi bagian dari program Mengabdi Mengajar 2025, yang merupakan kolaborasi antara mahasiswa dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Inovasi Energi UPER. Pelaksanaannya menggabungkan pendekatan edukatif dan praktis: mengenalkan anak-anak pada konsep energi terbarukan sekaligus mengajarkan cara merakit alat pembangkit listrik mini dari bahan-bahan sederhana yang mudah ditemukan di lingkungan mereka.
Dr. Eng. Muhammad Abdillah, S.T., M.T., dosen Teknik Elektro Universitas Pertamina sekaligus pembina UKM Inovasi Energi, menuturkan bahwa kegiatan ini dirancang untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan sejak dini, sekaligus memberdayakan kelompok masyarakat yang kerap terpinggirkan.
“Kegiatan ini mengemas proses belajar dengan cara yang menyenangkan dan unik, melalui berbagai eksperimen langsung menggunakan bahan-bahan sederhana di sekitar kita seperti jeruk, kabel bekas, hingga stik es krim yang kemudian dirakit menjadi alat pembangkit listrik ramah lingkungan,” ujar Dr. Abdillah.
Sebagai Ketua Pelaksana kegiatan, Alzena Momole menambahkan bahwa pembangkit listrik sederhana yang dirakit peserta mampu menghasilkan tegangan antara 0,5 hingga 0,9 volt dengan menggunakan empat buah jeruk. Dalam eksperimen tersebut, paku baja digunakan sebagai anoda dan tembaga sebagai katoda, sementara jeruk berfungsi sebagai sumber elektrolit yang mengalirkan arus listrik antar logam. Rangkaian ini kemudian disambungkan ke lampu LED berdaya rendah, yang berhasil menyala di hadapan anak-anak.
“Meskipun tampak sederhana, proses ini membawa pengalaman yang luar biasa bagi peserta. Banyak dari mereka yang untuk pertama kalinya menyadari bahwa bahan-bahan di sekitar rumah yang sering dianggap sebagai limbah atau benda biasa ternyata dapat menghasilkan energi. Eksperimen ini tidak hanya memperkenalkan konsep dasar listrik dan reaksi kimia, tetapi juga membuka imajinasi mereka bahwa ilmu pengetahuan dapat diakses, dipahami, dan bahkan diciptakan oleh siapa saja, di mana saja,” ujar Alzena.
Tak hanya bereksperimen dengan listrik dari jeruk dan panel surya mini, kegiatan ini juga menerapkan pendekatan hands-on berbasis STEM yang terbukti efektif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan pemahaman konsep sains secara lebih mendalam pada siswa sekolah dasar (Azizah dan Budiyanto, 2021). Melalui simulasi langsung, anak-anak belajar bagaimana sinar matahari diserap oleh panel surya dan diubah menjadi listrik; sebuah teknologi bersih yang kian penting di tengah perubahan iklim dan kebutuhan energi masa depan.
Peserta juga membuat kerajinan tangan ramah lingkungan dari bahan-bahan bekas seperti botol plastik dan stik es krim. Dari tangan-tangan kecil mereka, lahirlah berbagai barang fungsional seperti vas bunga, kotak pensil, hingga wadah penyimpanan sederhana menjadi bukti bahwa sampah bukan akhir dari siklus, tetapi bisa menjadi awal dari sesuatu yang berguna dan indah.
Rektor Universitas Pertamina, Prof. Dr. Wawan Gunawan A. Kadir, M.Si., menegaskan bahwa program ini merefleksikan komitmen kampus untuk menjawab tantangan nyata di tengah masyarakat, khususnya dalam isu kesenjangan energi, pendidikan, dan pengelolaan lingkungan.
“Ketika anak-anak jalanan tidak memiliki akses listrik, apalagi pendidikan formal, maka ada pekerjaan besar yang harus kita hadapi bersama. Kami percaya bahwa perguruan tinggi memiliki tanggung jawab moral untuk tidak sekadar mencetak lulusan, tetapi juga menghadirkan solusi konkret di tengah ketimpangan itu. Mahasiswa Universitas Pertamina telah menunjukkan bahwa ilmu, bila dibarengi empati dan aksi, bisa menyalakan harapan di tempat yang paling gelar,” tutup Prof. Dr. Ir. Wawan Gunawan A. Kadir M.S., IPU.
Sebagai informasi, Universitas Pertamina kini menghadirkan program pendidikan Pascasarjana (S2) Sains Keberlanjutan yang berfokus pada bidang Sustainability and Energy. Bagi calon mahasiswa yang tertarik untuk menjadi bagian dari solusi masa depan, informasi selengkapnya dapat diakses melalui https://pmb.universitaspertamina.ac.id/