BerandaDaerahJPU Abaikan Azas Legalitas yang Disampaikan Saksi A De...

JPU Abaikan Azas Legalitas yang Disampaikan Saksi A De Charge, Melempar Seluruh Tanggung Jawab kepada Hakim

RANGKASBITUNG, Banten SUARABUANA.com 
Sidang kasus penambang liar di Pengadilan Negeri (PN) Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, memasuki babak baru yang penuh kontroversi.

Keterangan Margoyuwono, Ketua Umum Kumpulan Organ Rakyat Indonesia (KPORI), sebagai saksi a de charge yang menekankan azas legalitas dan mengacu pada surat Ketua Mahkamah Agung serta UUD 1945, diabaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Informasi ini diperoleh dari media online Tegarnews.co.id, anggota Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT).

KPORI hadir dalam sidang, pada 8 Mei 2025 lalu, untuk memberikan kesaksian yang meringankan terdakwa Sunata.

Margoyuwono, dalam keterangan pers, Kamis (15/5-2025), menjelaskan alasan keterlibatan KPORI. Ia menyoroti penegakan hukum yang dianggap tebang pilih dan mengungkapkan kesaksiannya sebagai bentuk tanggung jawab terhadap masyarakat serta implementasi saran dari Ketua Mahkamah Agung dan Jaksa Agung.

Namun, JPU tampak mengabaikan keterangan Margoyuwono yang berfokus pada azas legalitas, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Terdakwa Sunata, pada akhirnya, dituntut 10 bulan penjara dan denda Rp 20 juta (subsider).

“Saya hanya berharap kepada hakim, mengingat dokumen yang kami ajukan merupakan produk Mahkamah Agung,” ujarnya.

Margoyuwono juga mempertanyakan poin memberatkan dalam tuntutan, khususnya terkait dugaan jual beli air raksa yang menurutnya tidak sesuai fakta. Pasalnya, terdakwa Sunata, hanyalah pengolah limbah tambang rakyat yang tidak menggunakan air raksa.

KPORI berencana mengajukan pledoi atas tuntutan tersebut. Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keadilan dan konsistensi penegakan hukum di Indonesia.

Sementara itu, Ketua GMOCT Bogor Heriyanto menuturkan, bahwa tujuan dari KPORI adalah; agar hukum tidak tebang pilih dan perbaikan terhadap aturan. Dimana dikatakannya nasib penambang kecil dan nelayan selalu terabaikan.

“Tujuannya sih agar hukum tidak tebang pilih dan perbaikan aturan, dimana nasib penambang kecil dan nelayan selalu trabaikan. Hadirnya KPORI untuk menjelaskan bahwa yang mereka lakukan itu bukan seperti apa yang dituduh para warcok dan juga tuntutan Jaksa yang tidak melihat kepada dasar-dasar hukum serta UU45 dengan baik,” tegas Heriyanto.

Menurut Heriyanto, para nelayan diwilayah pesisir Banten, hidupnya sudah sangat sulit, dan semakin tambah sulit ketika keadilan tidak berpihak, ditambah pula kedaualatan sudah tak dianggap.

“Penambang yang mereka adili bukanlah penambang yang mengantongi uang banyak apalagi merampok kekayaan negara. Mereka cuma hidup dari sisa-sisa limbah yang dibuang oleh penambang sesungguhnya yang jelas-jelas merampok kekayaan alam ibu pertiwi,” pungkasnya.
(Tim/Red)

#No Viral No Justice

#Hukum

#Tajam Ke Semua Arah

Team/Red (Tegarnews.co.id)

GMOCT: Gabungan Media Online dan Cetak Ternama

Editor: FC-G65

suara buana
suara buanahttps://suarabuana.com/
https://suarabuana.com/